Banda Aceh, Aceh - Perpustakaan memiliki kontribusi dalam pembangunan nasional lima tahun ke depan. Pembangunan perpustakaan dan literasi memiliki kontribusi terhadap upaya membangun masyarakat berpengetahuan dan berkarakter. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang sedang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), budaya literasi masuk dalam tujuh prioritas agenda pembangunan yaitu Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan.
Kepala Sub Direktorat Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Didik Darmanto menyatakan dalam pidato pelantikan, Presiden Joko Widodo menyatakan ada lima prioritas nasional, salah satunya Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas.
Menurut Didik, perpustakaan bisa mengambil peran dalam meningkatkan kualitas SDM. Ada tiga peran yang bisa dilakukan perpustakaan yakni perpustakaan mengambil peran sebagai pusat ilmu pengetahuan dan informasi. “Dalam perpustakaan ada sumber ilmu pengetahuan dan informasi yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas SDM,†jelas Didik saat menjadi pembicara dalam seminar “Mewujudkan Ekosistem Perpustakaan Digital 4.0 dan Society 5.0 dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa†di Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia 12 yang berlangsung di Banda Aceh, Aceh, pada Selasa (12/11/2019). Seminar menghadirkan narasumber Didik Darmanto dan Rektor Pradita Institut Richardius Eko Indrajit dengan moderator Kepala Biro Hukum dan Perencanaan Perpustakaan Nasional RI, Joko Santoso.
Selain itu, perpustakaan bisa mengambil peran menjadi pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pemajuan kebudayaan untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam naskah nusantara.
Didik menambahkan, prioritas pembangunan Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan memiliki empat arah kebijakan, di mana salah satunya adalah meningkatkan literasi, inovasi, dan kreativitas. “Sehingga pembangunan perpustakaan perlu ditekankan dan diarahkan selain untuk memperkuat literasi, juga untuk menumbuhkan budaya inovasi dan kreativitas. Perpustakaan perlu diarahkan untuk membangun budaya literasi, budaya kreativitas, dan inovasi,†tutur Didik Darmanto.
Sementara itu, Rektor Richardius Eko Indrajit menyatakan society 5.0 berfokus pada manusia sebagai makhluk sosial dengan pendekatan humanis. Menurut Indrajit, masyarakat Jepang sudah siap memasuki society 5.0 karena semua hal sudah dalam kondisi serba digital. “Society 5.0 adalah super smart society karena manusia diperkuat kapabilitasnya dengan teknologi informasi dan komunikasi,†jelas penulis puluhan buku ini.
Menurutnya, pada society 5.0, tidak semua masalah sosial bisa diselesaikan dengan pendekatan teknologi. Untuk merespons hal ini, disimpulkan bahwa society 5.0 memudahkan kehidupan, meningkatkan kualitas kehidupan, dan membuat manusia lebih produktif dalam bekerja. “Caranya mudah dengan mengalihdayakan tenaga manusia ke mesin (cloud computing). Perpustakaan juga sama, peminjaman buku tidak harus dimiliki, disimpan di cloud dan bisa dishare karena sudah disimpan di cloud,†urainya.
Meski semua serba digital, Indrajit menilai dalam society 5.0, profesi pustakawan tetap dibutuhkan. Hal ini lantaran tidak semua masalah sosial bisa diselesaikan dengan pendekatan teknologi. “Menciptakan atmosfer yang membuat orang atau pengunjung merasa betah di perpustakaan. Ada beberapa profesi yang terancam hilang di masa depan. Tapi ada profesi yang sulit digantikan di masa depan karena tetap membutuhkan rasa, aura, emosi, dan sensasi kepada orang lain atau pengunjung,†pungkasnya.
Reporter: Hanna Meinita/Fotografer: Hartoyo Darmawan