Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Membaca, selain menambah informasi dan pengetahuan juga bermanfaat untuk meningkatkan fungsi otak. Tapi tahukah bila buku bisa menjadi media terapi bagi penyembuhan penyakit, khususnya penyakit mental.
Penggunaan buku untuk tujuan terapi diberikan kepada seseorang ketika mengalami gangguan emosional ataupun psikologis. Cara tersebut dinamakan Bibliotherapy. Bibliotherapy merupakan metodologi penyembuhan penyakit dengan menggunakan sarana buku atau literatur. Terapi bibliotherapy sudah dipopulerkan oleh seorang penulis dari Amerika Serikat, Samuel Crother, pada tahun 1917.
National Institute for Clinical Excellence (NICE) bahkan merekomendasikan bibliotherapy sebagai terapi pengobatan pada orang yang mengalami depresi ringan sampai sedang, ansietas dan panik, gangguan makan (eating disorder), OCD (obsessive compulsive disorder), fobia/ketakutan, hubungan pernikahan dan masalah seksual, kemarahan, stres, parenting, pascatrauma seksual, dan rasa rendah diri (low self-esteem).
“Biblioterapi membantu memperkaya otak bagian depan (pre frontal) sebagai bagian pengambilan keputusan dan kebijaksanaan untuk mengimbangi otak bagian tengah sebagai pemicu emosi,†ujar neurolog dr. Arman Yurisaldi Saleh pada Seminar Biblioterapi : â€Kekuatan Buku Sebagai Media Penyembuhan†yang diadakan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di Perpustakaan Nasional, Rabu, (20/3).
Pasien harus menikmati apa yang mereka baca, terutama buku- buku yang sifatnya solutif terhadap masalah yang menjadi sumber penyakit sehingga dapat memberikan dampak positif. Kesalahan penggunaan buku pada terapi ini bisa menyebabkan hal- hal negatif pada kesehatan mental. Maka dari itu kajian dari berbagai pakar tentang penggunaan buku yang sesuai sangat dibutuhkan misalnya, dokter dan ahli sastra.
Penerapan terapi biblioterapi juga cocok dilakukan pada anak-anak. Tinggal menyesuaikan buku yang digunakan dengan latar belakang pasien, tambah Arman.
Narasumber lain, penulis Ewith Bahar, menambahkan, biblioterapi bukan sebatas membaca tapi juga menulis. Menulis, menurut Ewith adalah tingkatan yang lebih tinggi dari membaca. “Pasien secara terbuka dan ekspresif mengungkapkan isi hati dan perasaannya yang penuh tekanan akibat traumatis. Apa-apa saja yang menjadi pemicu tekanan dan stress,†imbuh Ewith.
Ewith menegaskan, buku dapat menjadi obat yang menyembuhkan karena tulisan yang terbuka, tidak bersifat menghakimi mampu membuang semua racun hati dan pikiran. “Biblioterapi membantu menyehatkan jiwa yang menunjang kesehatan fisik dan berpengaruh pada performa kerja,†tambah Ewith
Konsultan konten kreatif Nanik Susanti membagi tips bagaimana menjadikan buku sebagai media untuk sehat. Yang pertama, luangkan waktu untuk membaca. Waktu terbaik untuk membaca adalah malam hari menjelang tidur. Buatlah catatan pada buku terkait hal-hal penting dalam buku yang dibaca. Bacalah sepertiga bagian dari buku tersebut, lalu renungkan.
Selanjutnya, pilihlah judul-judul buku yang paling menarik hati. Bisa ke perpustakaan atau pergi ke toko buku. Ambil buku-buku yang memberikan pengaruh positif. Hal yang tidak kalah penting, yaitu mengenali diri. Jujur pada diri sendiri. “Kenali kekuatan dan kelemahan diri,†imbuh Nanik
Â
Reportase : Eka Purnia
fotografer ; Hartoyo Darmawan
Â