Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) Kelembagaan Perpustakaan Nasional di Ruang Serbaguna Lantai 4, Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 11, Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2023).
Dalam sambutannya, Kepala Biro Hukum, Organisasi, Kerja Sama, Hubungan Masyarakat (HOKH), Sri Marganingsih mengatakan bahwa Perpustakaan Nasional merupakan bagian dari lembaga publik yang berperan menyediakan sumber informasi bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat memahami dan mengerti tentang informasi yang berkembang.
“Sebagai sarana publik untuk mendapatkan dan mengembangkan pengetahuan serta meningkatkan keterampilan, eksistensi perpustakaan menjadi sangat strategis dalam mewujudkan masyarakat cerdas dan membangun peradaban negara”, ungkap Sri.
Lebih lanjut, Sri mengatakan bahwa salah satu strategi dalam mewujudkan pelayanan perpustakaan yang efektif dan efisien adalah dengan melakukan pengembangan dan penguatan organisasi perpustakaan yang mendukung penerapan teknologi informasi dalam tata kelola perpustakaan.
“Pengembangan aspek kelembagaan organisasi Perpusnas harus terus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, perkembangan teknologi informasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga tujuan besar Perpusnas dicapai dengan baik”, lanjut Sri.
Hadir sebagai narasumber, Staf Khusus Perpusnas, Supriyanto menjelaskan bahwa eksistensi dan berkembangnya kelembagaan Perpusnas saat ini tidak bisa dilepaskan dari jasa pendahulunya.
“Kita perlu mempelajari kembali sejarah dari kelembagaan Perpusnas karena bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai sejarahnya, lalu generasi berikutnya dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman sebelumnya”, ujar Supriyanto.
Supriyanto menjelaskan bahwa Perpusnas berdiri sejak 17 Mei 1980 dan kedudukannya masih berada dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Badan ini merupakan hasil integrasi dari empat perpustakaan besar di Jakarta yaitu Perpustakaan Museum Nasional, Perpustakaan sejarah, politik dan sosial (SPS), Perpustakaan wilayah DKI Jakarta, dan Bidang Bibliografi dan Deposit, Pusat Pembinaan Perpustakaan.
Kemudian pada tanggal 6 Maret 1989, melalui keputusan presiden Nomor 11 Tahun 1989 menetapkan Perpustakaan Nasional menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Hadir pada kesempatan yang sama, Ahli Tata Kelola Risiko Terintegrasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Agus Hardja Santana menjelaskan mengenai penerapan sistem pengendalian intern pemerintah dan manajemen risiko secara terintegrasi dalam mewujudkan good governance.
Agus menjelaskan bahwa pencapaian tujuan organisasi Perpusnas perlu mendapatkan kejelasan mengenai penetapan tujuan organisasi, tingkat kualitas pengelolaan manajemen risiko, dan segala upaya pencegahan dan penanganan risiko korupsi di dalam organisasi Perpusnas.
“Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bentuk satu kesatuan atau integral yang tidak bisa dipisahkan. Inilah yang dinamakan sebagai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau SPIP”, ujar Agus.
SPI adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan, lembaga perlu mengidentifikasi apa yang menjadi penghambat atau risiko. Setelah diidentifikasi apa saja yang menghambat dibuatkan mitigasi untuk pengendalian hambatan tersebut.
“Dengan mitigasi lebih awal, maka bisa dilihat pengawasan dan pelaksanaan proses manajemen sehingga tujuan lembaga dapat tercapai”, ungkap Agus.
Reporter: Gilang Arwin Saputri
Fotografer: Andri Tri Kurnia