Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah menegaskan bahwa perpustakaan menjadi urusan wajib di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengurus hak masyarakat terhadap informasi.
Demikian disampaikan oleh Plt. Deputi Bidang Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI saat memberikan sambutan pada kegiatan webinar bertema “Pemberdayaan Masyarakat melalui Penguatan Kelembagaan Perpustakaan” yang berlangsung secara hibrida, Kamis (1/12/2022).
Perpustakaan sebagai leading sector dalam penguatan literasi memiliki peran dalam peningkatan literasi, inovasi dan kreativitas masyarakat yang dapat mewujudkan masyarakat berpengetahuan dan berkarakter. Perpustakaan umum sebagai ujung tombak transfer knowledge yang terdekat dengan masyarakat memiliki peran untuk meningkatkan budaya literasi sekaligus berperan dalam pemulihan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, Deni mengatakan Perpusnas sejak tahun 2018 memiliki sebuah program bernama Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS). Program ini tidak hanya mencakup penyiapan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan secara umum namun juga bekerja sama dengan perpustakaan Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga Desa untuk ikut serta dalam pengentasan kemiskinan melalui praktik-praktik sederhana.
“Lewat koleksi yang ada, nanti akan ditularkan kemampuan lifeskill ke masyarakat sesuai dengan kebutuhan setempat oleh pustakawan dan pegiat literasi melalui pendampingan agar kelak masyarakat bisa mendapatkan income dalam skala keluarga untuk menambah kesejahteraan mereka,” jelasnya.
Sependapat, Ketua Forum Perpustakaan Umum Indonesia (FPUI) Usman Asshiddiqi Qohara menambahkan bahwa penguatan kelembagaan perpustakaan menjadi salah satu hal yang harus menjadi perhatian bersama. Sehingga dia meminta Perpusnas untuk melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait SOTK yang ada di daerah.
“Kami meminta bantuan Perpusnas untuk bisa melakukan advokasi dengan Kemendagri agar kelembagaan perpustakaan dengan paling tidak tipe B bisa tetap dipertahankan di seluruh daerah di provinsi yang ada di Indonesia,” ucapnya.
Plh. Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Ditjen OTDA Kemendagri, Moh. Yuniarto, memaparkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan mengatur 32 urusan pemerintahan yang ke dalam dua kelompok besar yaitu urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib kembali dibagi ke dalam dua menjadi urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan yang tidak.
“Perpustakaan masuk ke dalam urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar,” ujarnya.
Yuniarto juga menerangkan sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 mengatur pembentukan dinas perpustakaan secara sendiri atau digabung dengan urusan pemerintahan lain. Adapun azas yang harus diperhatikan dalam pembentukan perangkat daerah diantaranya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, intensitas urusan pemerintahan dan potensi daerah, efisiensi, efektivitas, serta pembagian habis tugas.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Amich Alhumami menyatakan literasi penting dan telah dicantumkan di dalam RPJMN 2020-2024 karena menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional untuk SDM unggul dan berkualitas.
“Dengan program TPBIS dan berbasis pada kebijakan, kita ingin mendorong dan meningkatkan partisipasi pelibatan publik secara luas baik masyarakat dan komunitas dalam berbagai macam kegiatan untuk pemberdayaan melalui penguatan literasi,” ungkapnya.
Amich juga menekankan di akhir paparannya bahwa Bappenas selalu mendukung dan memberikan sumbangan penting, baik dari sisi kebijakan program dan juga alokasi anggaran yang memadai untuk program sepenting literasi untuk kesejahteraan.
Sementara Bupati Magetan, Suprawoto menyampaikan menurut Oscar Lewis “orang miskin dan orang bodoh bukan karena semata-mata terbatasnya cakupan tanah atau modal yang dimiliki, melainkan karena akses informasi yang tidak dimiliki”.
“Sering dilupakan dari setiap orang bahwa membantu orang miskin itu tidak selalu dengan uang karena menurut saya akses informasi justru merupakan kunci utama dalam pengentasan kemiskinan,” tegasnya.
Dia berkisah, selama ini setiap kali mengunjungi veteran pada tanggal 17 Agustus pihaknya selalu membawa sembako sebagai buah tangan, akan tetapi setelah tiba di rumah timbul pemikiran untuk memberikan apresiasi dengan cara yang lebih terhormat. Sehingga idenya adalah menuliskan cerita bersejarah mereka menjadi sebuah buku.
“Pada tanggal 17 Agustus tahun kemarin, buku dengan judul ‘Sejarah Perjuangan Veteran di Magetan’ kami berikan kepada mereka yang hadir, apa yang terjadi? Mereka menitikkan air mata. Kenapa? Saya yakin ketika mereka sudah tidak ada, perjuangan mereka sudah dicatat dan bisa dibaca oleh anak cucunya,” kisah Suprawoto.
Kegiatan webinar ini juga dirangkaikan dengan pengumuman Ketua FPUI Tahun 2022-2025 terpilih yakni Kepala Dinas Perpustakaan Provinsi Sumatera Selatan, Fitriana.
Reporter: Basma Sartika
Fotografer: Aditya Irfan Fakhruddin