Jakarta–Literasi perpustakaan terus berkembang maju di berbagai daerah pada era disrupsi. Hal ini mengartikan masa di mana terjadi inovasi dan perubahan secara masif dan fundamental, sehingga mengubah berbagai sistem dan tatanan ke cara yang baru. Meski demikian, budaya masyarakat tetap harus dibangun dengan berbagai layanan agar menciptakan bangsa yang cerdas.
Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Opik, menyatakan pihaknya menjadi layanan pendidikan nonformal atau gerakan yang diinisiasi oleh masyarakat dengan tujuan meningkatkan budaya baca dan kecakapan literasi lainnya. Pihaknya berusaha menggerakkan budaya baca dari pinggiran.
"Kami berfungsi sebagai ruang informasi, belajar, rekreasi, dan jejaring yang berkegiatan literasi baca tulis, numerasi, sains, finansial, digital dan budaya serta kewargaan," katanya pada hari kedua Rakornas Bidang Perpustakaan Tahun 2022 di Hotel Bidakara Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Ia menjelaskan, kegiatan yang dilakukan merupakan pengembangan budaya baca dan aktivitas literasi lainnya seperti layanan membaca di tempat dan peminjaman buku, buka lapak baca, program gambar ceria yakni pendampingan pendidikan masyarakat, kasmile berdaya yakni pelatihan untuk pemuda, rekrutmen relawan literasi, pengenalan IT untuk anak-anak, literasi ceria (pelatihan menulis pantun, puisi dan bercerita), serta penyuluhan kesehatan untuk para ibu, kampanye pendidikan kepada orang tua, pengembangan kreativitas, parenting, internet sehat, layanan pendidikan kesetaraan, dan lainnya.
Kiprahnya dilakukan dilakukan di hampir semua wilayah Indonesia seperti Sorong Papua, Fakfak Papua, Kepulauan Riau, Palangka Raya Kalimantan Tengah, Garut Jawa Tengah, Ende NTT, Parigi Moutong Sulawesi Tengah, Kubu Raya Kalimantan Barat, Nias Sumatera Utara, Nunukan Kalimantan Utara, Bitung Sulawesi Utara, dan wilayah lainnya.
Sementara, Pengurus Perahu Pustaka Bakauheni Lampung, Radmiadi, menyatakan penguatan literasi masyarakat perlu dilakukan sebagai gerakan sosial di Tanah Air lewat Pustaka Bergerak Indonesia.
"Menariknya, Pustaka Bergerak ini dilakukan menggunakan berbagai macam kendaraan lewat kuda, perahu, motor, sepeda, gerobak, noken, bemo, ransel, dan lainnya," jelasnya.
Tujuannya adalah mendekatkan buku pada pembaca, turut serta mencerdaskan anak-anak bangsa, menjangkau daerah terpencil, dan membaca lingkungan dengan kegiatan sosial. Ini merupakan cara hebat, unik dan menarik dalam mengatasi problematika sosial.
Â
Era Disrupsi
Pada hari yang sama, Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB), Tjahjo Suprajogo menyebut pada era disrupsi (perubahan di berbagai sektor akibat digitalisasi dan internet untuk segala) ini, perlu memperkuat budaya baca keluarga karena pendidikan terkena dampaknya. Misalnya, materi pembelajaran tersedia melimpah di internet, termasuk jarak bukan masalah, belajar bisa di manapun dan kapanpun.
"Buku dan referensi tidak hanya tersedia di toko buku atau perpustakaan (e-book, e-journal, slide share), bahkan fungsi guru bergeser, lebih mengarahkan pada nilai-nilai, etika, budaya, moral, kebijaksanaan dan pengalaman, yang tidak dapat diajarkan oleh Google atau mesin pencari lainnya," ucap dia.
Maka, guna menghadapinya anak harus bisa menyesuaikan diri, terus berinovasi, memanfaatkan teknologi secara bijaksana dan sehat dan terus belajar yang diatur. Selain itu, orangtua tetap menyampaikan pentingnya interaksi fisik dan sosial serta berkomunikasi secara terbuka.
Diperlukan tujuh aksi literasi keluarga, yakni:
- Stimulasi: Penenggalaman anak pada lingkungan baca yang menggairahkan (immersion)
- Imitasi: Anak peniru ulung, orangtua menjadi role model pembaca yang baik. Contohkan.
- Asosiasi positif: Suasana yang menyenangkan agar anak memperoleh kesan positif saat membaca dan berliterasi
- Repetisi: Pengulangan yang konsisten agar menjadi habits (kebiasaan) membaca
- Konsistensi: Lakukan terus menerus (durasi pendek frekuensi tinggi) agar terbentuk pola baca
- Variasi dan Fasilitasi: Pergunakan berbagai sumber belajar yang tersedia di rumah (indoor dan outdoor)
- Apresiasi dan Motivasi: Hargai proses dan tahapan anak membaca
Senada dengan itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), T Syamsul Bahri, menuturkan era disrupsi sangat terkait dengan teknologi yang mengubah model pelayanan perpustakaan yang ada dan juga memenuhi harapan pemustaka. Ini merupakan masa di mana setiap profesi meninjau perannya dalam masyarakat. Begitu juga dengan pustakawan, dituntut untuk meningkatkan kompetensinya sebagai pekerja profesional dan personal.
"Pustakawan harus menjadi mentor, fasilitator, motivator, bahkan menginspirasi untuk mengembangkan imajinasi, dan kreativitas. Pustakawan harus berperan dalam meningkatkan kompetensi perpustakaan yang dibutuhkan masyarakat saat ini karena perpustakaan juga terus berkembang yang sudah membuat diklat dan bimtek online, buku serta jurnal digital," ungkapnya.
Maka dari itu, pustakawan harus mengubah sikap dan perilaku atau mengubah cara untuk melayankan informasi kepada pemustaka. Perlu memberi layanan yang inovatif untuk merespons disrupsi digital, merencanakan strategi, kebijakan, budaya, sistem dan proses kerja yang dibutuhkan untuk diterapkan di era disrupsi serta kompetensi yang memadai.
Dengan demikian, Peneliti BRIN yang juga Sekjen Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII), Cahyo Trianggoro, menerangkan sumber daya manusia (SDM) perpustakaan perlu dipersiapkan dalam memperkuat ekosistem digital nasional karena faktor perubahan paradigma.
Pengalaman digital bukan proses linear. Perjalanan seorang pengguna layanan dalam kanal digital dapat dimulai dan berakhir pada berbagai kanal digital.
"Paradigma baru itu adalah sistem sentralisasi vs federasi, interkoneksi layanan dengan pihak eksternal dan fokus pada perilaku pengguna dan perubahannya," ucap dia.
Cahyo menyarankan berikan perhatian pada pengalaman pengguna, bukan semata pada produk atau kanal seperti relevansi layanan atau produk, memahami personalisasi setiap layanan/produk dengan kebutuhan penggunaan dengan pemanfaatan, antara lain kehadiran dalam berbagai kanal digital yakni Kehadiran perpustakaan pada berbagai kanal digital untuk meningkatkan reach dari pengguna layanan. Selain itu, transformasi proses bisnis yakni interkoneksi antar satu layanan dengan layanan lain dalam perpustakaan.
*Tim Humas Perpustakaan Nasional