Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Partisipasi masyarakat dalam menyebarkan virus literasi di Indonesia cukup impresif. Upaya dalam mendekatkan bahan bacaan ke masyarakat hingga ke pelosok Indonesia, dilakukan melalui kuda pustaka, becak, pustaka, motor pustaka, dan lainnya. Tercatat sebanyak 16.331 pegiat literasi tersebar hingga ke pelosok desa di Nusantara. Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI melihat hal ini sebagai kekuatan yang harus dikolaborasikan dan didorong.
Berangkat dari pemikiran tersebut, Perpusnas membentuk Akademi Literasi yang menjadi wadah untuk para pegiat literasi Indonesia dalam berkolaborasi dan menguatkan ekosistem pegiat literasi agar benar-benar berdaya di masyarakat. Akademi Literasi bertujuan mewujudkan kolaborasi pegiat literasi melalui pemberdayaan masyarakat yang integratif dan partisipatif, serta meningkatkan nilai gemar membaca dan indeks pembangunan literasi masyarakat. Para pegiat literasi akan didorong, diberikan apresiasi, hingga kompensasi sebagai pejuang literasi.
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menyatakan literasi bukan sekadar kemampuan mengenal huruf, kata, kalimat, hubungan sebab akibat, dan menyatakan pendapat. Dia menegaskan, literasi merupakan kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu objek ilmu pengetahuan yang bisa diimplementasikan.
Menurutnya, terkait literasi, Indonesia bisa berkaca pada Tiongkok. Para siswa di negara Asia Timur tersebut memiliki kemampuan membaca yang kritis. Selain itu, masyarakat Tiongkok mampu menghasilkan produk yang bersaing di pasar global berupa mobil listrik. Pendidikan di Tiongkok dinilai berkualitas karena para pemimpin perguruan tinggi mendorong dunia usaha agar menerima para mahasiswa untuk magang dan mempraktekkan ilmunya.
Syarif Bando berharap kehadiran Akademi Literasi mampu menyusun formula untuk meningkatkan produktivitas masyarakat dengan mengelola kekayaan alam yang melimpah di sekitarnya. Sehingga diharapkan bangsa Indonesia mampu menjadi produsen, bukan sekadar konsumen bagi negara lain.
“Dan ini membutuhkan ilmu-ilmu terapan, life skills untuk mengelola potensi agar bisa menghasilkan barang dan jasa. Tidak ada masalah itu hanya sekelas home industry,†jelasnya dalam gelar wicara yang diselenggarakan Perpusnas dengan tema “Kolaborasi Pegiat Literasi dan Penguatan Ekosistem untuk Peningkatan Indeks Literasi Indonesia†yang diselenggarakan secara daring pada Rabu (16/6/2021).
Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpusnas Adin Bondar menjelaskan literasi merupakan hal yang esensial dalam pemajuan bangsa. Dalam pembangunan nasional, pemerintah membutuhkan dukungan dari masyarakat. Karenanya, Akademi Literasi berupaya mengolaborasikan gerakan sosial masyarakat tersebut dengan program pemerintah.
“Bersatu padu, satu visi di dalam hal ini, tatanan baru akan hadir. Ada budaya baru yang lahir yaitu peningkatan literasi di masyarakat. Ketika itu sudah lahir sebagai budaya kolektif bangsa ini, saya rasa permasalahan negara ini selesai. Persoalan di kita adalah sekarang, budaya kegemaran membaca dan literasi itu belum menjadi suatu budaya kolektif,†ujarnya.
Sementara itu, Duta Baca Indonesia Gol A Gong menyebut Akademi Literasi menyentuh sisi humanisme para pegiat literasi. Akademi Literasi melalui lamannya, menampilkan profil para pegiat literasi terpilih. Penulis ‘Balada si Roy’ ini menilai, tampilnya para pegiat literasi di laman yang bisa diakses banyak orang dan diakui lembaga negara tersebut membuat peran dan kehadiran para pegiat literasi akan dilihat oleh lingkungannya. “Perpusnas di sini, mengangkat derajat mereka yang secara status sosial ekonomi itu rendah, di sini dari sisi humanisme yang luar biasa,†ungkapnya.
Dia berharap, Akademi Literasi memiliki program yang memfasilitasi para pegiat literasi agar memiliki keterampilan menulis. Menurutnya, menjadi ironi ketika para pegiat literasi tidak memiliki jejak literasi secara individu. “Jadi saya ingin ada satu kriteria bahwa semua pegiat literasi yang masuk di Akademi Literasi harus menunjukkan suatu karya tulis. Syukur-syukur bisa sebuah buku. Apapun itu, tidak perlu novel, puisi, apapun itu esai tentang kecakapan hidup, esai tentang kisah-kisah inspiratif,†urainya.
Pegiat literasi Maman Suherman berharap para relawan pegiat literasi di daerah dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dia meminta agar mereka diberdayakan, ditingkatkan kualitas dan kapasitasnya, serta dilekatkan aksesnya dengan buku. Aktivitas para relawan dalam mengajak masyarakat menjadi cerdas hingga ke akar rumput tersebut harus dinilai sebagai indikator peningkatan minat baca.
“Mudah-mudahan nanti bersama Akademi Literasi mereka makin dilihat, kualifikasi mereka makin terlihat, mereka tahu bagaimana menjadi pustakawan yang bagus, mereka bekerja sama, mereka diberi akses untuk masuk ke dalam kegiatan kepustakaan menjadi perpanjangan tangan dan teman-teman perpustakaan-perpustakaan di daerah,†jelasnya.
Widyaiswara Ahli Utama Lembaga Administrasi Negara Suseno menyebut mengelola literasi mirip dengan mengelola manusia. Pasalnya, literasi memiliki makna kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu objek ilmu pengetahuan. Karenanya, Akademi Literasi dinilai bisa menjadi lahan untuk menumbuhkembangkan sumber daya manusia unggul dalam menjawab tantangan masa kini dan masa mendatang.
“Karena di sini dimungkinkan berkumpul para pegiat literasi. Nanti Ibu Bapak sekalian mungkin bisa berhubungan, meskipun tidak secara langsung bertatap muka, tapi full of talent, tumbuh berkembang menciptakan suatu value baru mengenai Perpustakaan Nasional dan terutama tentang Akademi Literasi,†pungkasnya.
Reporter: Hanna Meinita
Fotografer: Radhitya Purnama