Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Perpustakaan Nasional RI dalam rangka memperingati hari jadinya yang ke-41 menyelenggarakaan Perpusnas Writers Festival dengan tema “Menulis, Membumikan Literasi†pada Senin (14/6/2021). Kegiatan yang akan diselenggarakan selama 5 (lima) hari sampai 18 Juni 2021 menghadirkan para tokoh dalam dunia penulisan, di antaranya Dewi Lestari, Asma Nadia, Ahmad Fuadi, dan Habiburrahman El Shirazy.
Festival ini merupakan salah satu strategi Perpusnas dalam menyiapkan ketersediaan konten literasi dan mendorong hadirnya penulis yang nantinya akan menjadi bagian dari upaya menghadirkan buku-buku yang dibutuhkan masyarakat.
Kepala Perpustakaan Nasional RI, M. Syarif Bando, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Indonesia sekarang sedang kelaparan buku. Oleh karena itu, ia mengapresiasi penyelenggaraan festival ini yang akan menjadi wadah bagi penulis untuk menuangkan kreatifitasnya.
“Indonesia hanya mampu menghadirkan tidak kurang 40 juta buku dari yang seharusnya 810 juta buku yang diperlukan setiap tahun. Ini sebuah masalah.†ungkap Syarif.
Perpusnas berkomitmen akan terus mengembangkan kegiatan yang mendukung literasi dan kemampuan menulis masyarakat di masa yang akan datang.
Syarif kembali mengingatkan bahwa cara untuk menjadi negara maju sebenarnya sangat sederhana, yaitu dengan membaca. Ia memberi contoh negara Barat yang telah maju hanya dengan buku. Pengetahuan yang terkandung dalam buku akan ditransfer ke otak melalui proses membaca dan dengan bekal pengetahuan yang ada maka akan ada kemampuan untuk berlatih keterampilan, dan dengan itu akan dikembangkan penelitian yang akan melahirkan teknologi.
“Tak akan ada persembahan teknologi tercanggih yang bersaing percaturan global di seluruh dunia setiap detik setiap menit setiap jam setiap hari, kalau tidak dengan membaca. Oleh karena itu, penting untuk menjadikan kegiatan seperti ini menjadi prioritas,†tegasnya.
Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, yang baru dilantik pada 30 April 2021 lalu sangat mengapresiasi kegiatan ini yang diakuinya sebagai terobosan dari Perpusnas. Gol A Gong yang juga seorang penulis merasa dilibatkan dalam upaya pengembangan literasi di Indonesia.
“Jarang lho penulis di Indonesia dikumpulkan, biasanya parsial. Jadi sekarang Perpusnas menjadi semacam pusat kebudayaan. Wah ini luar biasa,†urainya.
Sependapat dengan Gol A Gong, penulis Reda Gaudiamo merasakan dengan adanya kegiatan ini maka karena sekarang penulis memiliki wadah untuk berkreasi.
“Sekarang ini waktunya untuk bekerja sama, jadi penulis, penerbit punya rumah karena selama ini semua jalan sendiri-sendiri, kalaupun penulis bergerak oleh penerbitnya, kalau penerbitnya sendiri berjuang sendiri,†urainya.
Sementara itu, Dewi Lestari, penulis mengungkapkan bahwa banyak orang merasa sulit untuk menulis karena masalah ide bahan cerita dan akhirnya menulis menjadi sesuatu yang menakutkan.
Lebih lanjut Dewi mengatakan sebenarnya ada banyak hal yang dapat dijadikan bahan cerita tetapi yang menjadi tantangannya adalah pada skill menulis. Kemampuan menulis dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang pekerjaan
“Ide ataupun inspirasi itu hanya sebagian saja dari kegiatan menulis tetapi memiliki ide tidak cukup untuk kemudian mengembangkannya menjadi tulisan. Ide adalah benih tapi kalau benih ini mau kelihatan, butuh sesuatu ekstra di luar daripada itu, sehingga dibutuhkanlah yang namanya skill-skill inilah yang kemudian kita pelajari, kita kembangkan,†papar Dewi.
Ia menambahkan bahwa kemampuan menulis bukan cuma perihal mengetik atau menyusun huruf tapi bagaimana kita bisa menjadi seorang pemikir kritis.
“Makanya skill menulis ini bisa bermanfaat bagi segala bidang karena berpikir kritis, berpikir logis itu akan terpakai, di kerjaan apa saja itu pasti akan selalu membantu kita,†imbuh Dewi.
Namun demikian, Gol A Gong berpendapat diperlukan adanya dukungan maksimal dari sisi hulu, yaitu pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dengan memperbaiki ekosistem perbukuan.
Ke depannya, Perpusnas diharapkan menjadi rumah bukan hanya bagi bahan bacaan tapi kepada mereka juga memproduksi bacaan yakni para penulis. Gerakan literasi tidak hanya sebatas memberikan bacaan kepada masyarakat tapi juga bagaimana kita mengajak masyarakat untuk menjadi orang-orang yang memproduksi bacaan.
Â
Reportase: Radhitya Purnama