Jakarta - Perpustakaan berperan dalam melawan intoleransi dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Melalui literasi yang baik dapat meminimalisir seseorang tidak terpengaruh dengan kegiatan-kegiatan intoleransi.
Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando mengatakan, adanya radikalisasi maupun seseorang yang intoleran memaksakan kehendak bila dilihat dari sisi kriminolog, hal ini menjadi bagian dari perjalanan peradaban manusia.
"Maka Tuhan menurunkan agama untuk mengajarkan kepada pengikutnya agar taat beragama, percaya pada Tuhan, cinta sesama dan alam semesta," ungkapnya dalam Seminar Nasional dengan tema Perpustakaan Intoleransi yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan (HIMAJIP) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, pada Senin (27/9/2021).
Sejatinya, lanjut Syarif Bando, perpustakaan memiliki peran untuk memastikan moderasi beragama. Seperti halnya yang telah dilakukan Perpusnas yang bekerja sama dengan Kementerian Agama.
"Tugas kita memastikan moderasi beragama dapat menjadi skala prioritas. Bahkan Menteri Agama sudah berkomiten, akan mengupayakan membangun mirroring data 8 titik di Indonesia. Ini dilakukan, untuk memastikan akses masyarakat terhadap sumber pengetahuan terutama yang terkait keagamaan untuk semua penganut agama. Dapat kita implementasikan dengan paradigma yang baru, yakni perpustakaan menjangkau masyarakat," jelasnya.
Syarif Bando menyampaikan, dalam masalah keseharian terdapat dua kelompok masyarakat yang bermental penumpang atau pengemudi. Mental penumpang adalah seseorang yang tidak merasa perlu tahu arah jalan, tidak berinisiatif, bahkan jika dicermati mencerminkan orang yang tidak toleran. Seperti cuek, bahkan menjadi beban orang lain.
"Betapa tersiksanya seseorang yang didoktrin untuk melakukan teroris dengan ajaran sesat, sangat mungkin kalau orang itu tidak familiar dengan perpustakaan," ungkapnya.
Dikatakan, seseorang dapat begitu mudah didoktrin dikarenakan berbagai masalah, seperti ekonomi, kecerdasan, hingga kesejahteraan. Ditambah pula dengan situasi pandemi Covid-19 setidaknya 30 juta orang terdampak langsung yang membuatnya melakukan apa saja untuk dapat bertahan hidup.
Sedangkan mental pengemudi itu berani mencoba mencari wawasan untuk menemukan jalan-jalan baru atau inovasi baru. Tidak mungkin seseorang dapat menyelesaikan suatu persoalan secara rasional dan cepat tanpa membaca buku yang banyak, serta ilmu pengetahuan yang tepat.
"Cara pandang terhadap pengelolaan perpustakaan menjadi sesuatu yang penting. Siapa yang dapat menyelesaikan persoalannya di perpustakaan, saya kira ini menjadi sebuah jalan yang baik," katanya.
Bahkan ada seorang filsuf mengatakan jika ada keraguan sedikit saja di dalam hati dan pikiran silakan datang ke perpustakaan.
Sementara itu, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, Hasyim Haddade mengatakan, tantangan yg dihadapi dewasa ini adalah bagaimana melawan intoleransi.
"Sesuai dengan orientasi program Kemenag yakni kesadaran beragama secara moderat, bagaimana moderasi beragama dihidupkan di tengah-tengah masyarakat," ungkapnya.
Banyaknya berita kasus yang menyinggung tentang agama, lanjutnya, maka diperlukan literasi bagi mayarakat. "Bukan hanya literasi beragama tetapi seluruh dimensi literasi menjadi penting bagi kita, terutama dalam lingkungan keluarga, dan masyarakat," lanjutnya.
Hasyim Haddade mengatakan, salah satu ukuran yang menjadi kunci kemajuan suatu bangsa karena gerakan literasi. Bukan diukur dari usia maupun luasnya geografis.
"Tetapi kemajuan bangsa ditentukan attitude atau sikap kita untuk mau maju atau tidak. Ini menjadi pilihan, sekarang kita bisa menentukan sikap, bagaimana menghadapi tantangan dinamika kehidupan," terangnya.
Reportase: Wara Merdeka