Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando menegaskan pustakawan tidak hanya sebagai pembaca tetapi juga pelayan ilmu pengetahuan yang bertanggung jawab untuk menyediakan berbagai pengetahuan kepada masyarakat.
Hadirnya Undang-undang 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, itu harus dikerjakan sebagai suatu mandatori negara untuk mengupdate pengetahuan masyarakat.
"Jadi memang undang-undang ini melegitimasi perpustakaan agar masyarakat mendapatkan haknya untuk pengetahuan yang terbaru," katanya dalam Sesamata Fest III dengan tema "Al-Qisth" yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan (HIMAJIP) Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Selasa (10/10/2023).
Kepala Perpusnas menjelaskan bahwa tugas utama pustakawan adalah mengumpulkan pengetahuan dari seluruh dunia dan mengemasnya ulang untuk keperluan profesional.
"Ini berbeda dengan dosen di perguruan tinggi yang fokus pada pembelajaran. Mahasiswa juga memiliki peran penting dalam mengembangkan koleksi perpustakaan perpustakaan dengan kontribusi mereka dalam mengkategorikan buku dan pemahaman baru," jelasnya.
Dikatakan, perpustakaan perlu menjadi bagian integral dari masyarakat, sekolah, dan perguruan tinggi.
Menurutnya, membaca menjadi kunci untuk mengukur tingkat pengetahuan individu, dan perpustakaan adalah tempat di mana pengetahuan dapat diperoleh dan diperdalam.
"Maka yang dibutuhkan masyarakat berpengetahuan, yang bisa mengimplementasikan pengetahuan itu sesuai definisi literasi. Dimana literasi tingkat tinggi dapat memproduksi barang dan jasa yang berkualitas," ungkapnya.
Kepala Perpusnas menegaskan pentingnya perpustakaan dalam mengembangkan pengetahuan dan inovasi dalam masyarakat.
"Perpustakaan bukan hanya tempat untuk membaca, tetapi juga sumber pengetahuan yang penting untuk perkembangan individu," tegasnya.
Acara yang dirangkaikan dengan diskusi Indonesian Library Club (ILC), Dewan Penasehat Asosiasi Dosen Ilmu Perpustakaan (ASDIP) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Ade Abdul Hak mengatakan keberadaan pustakawan dan perannya dalam masyarakat seringkali diabaikan.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pustakawan adalah garda terdepan dalam mengelola pengetahuan dan informasi.
"Peran mereka sangat terkait dengan undang-undang yang mengatur perpustakaan. Kita perlu merefleksikan pentingnya peran mereka dalam konteks undang-undang perpustakaan," katanya.
Bicara tentang perpustakaan, lanjutnya, kata dasar yang tidak bisa dilewatkan adalah 'pustaka'. Ini mengingatkan bahwa perpustakaan adalah tempat di mana pengetahuan dan informasi disimpan, dikelola, dan dibagikan kepada masyarakat.
"Oleh karena itu, perpustakaan dan pustakawan adalah bagian tak terpisahkan dalam mendukung akses masyarakat terhadap sumber daya intelektual," lanjutnya.
Dia mengatakan pustakawan bukan hanya mengelola koleksi perpustakaan secara fisik tetapi juga melibatkan aspek intelektual dan emosional.
"Maka pendidikan dan pelatihan yang sesuai harus diperhatikan dalam undang-undang, agar pustakawan memiliki kompetensi yang memadai untuk tugas mereka yang semakin kompleks," katanya.
Ketua Umum Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Sulawesi Selatan Muhammad Quraisy Mathar menyampaikan saat ini belum ada undang-undang yang secara spesifik mengatur pustakawan. Hal ini berbeda dengan profesi lain seperti dokter dan perawat yang memiliki undang-undang tersendiri.
"Undang-undang ini seharusnya ada dan harus diatur mengenai standar nasional pustakawan, agar profesi pustakawan bisa lebih diakui dan dihormati," ungkapnya.
Dia menyebut bahwa undang-undang harus memberikan perlindungan yang lebih baik kepada pustakawan, dan perubahan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah perlu memperhatikan profesi pustakawan.
"Perlu bersama-sama bicara tentang perubahan yang diperlukan dalam undang-undang kepustakawanan dan pendidikan profesi pustakawan. Karena ini merupakan langkah awal menuju kesejahteraan masyarakat yang lebih besar," ungkapnya.
Reporter: Wara Merdeka