Perpusnas Terus Bersinergi Sempurnakan RPP UU SSKCKR

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Beberapa fungsi Perpustakaan Nasional adalah sebagai perpustakaan deposit dan perpustakaan pelestarian karya atau hasil kebudayaan bangsa. Oleh karena itu, Perpusnas merasa perlu segera disusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR). Melalui RPP, Perpusnas mendorong seluruh pihak untuk melestarikan karyanya ke Perpusnas dan perpustakaan provinsi. Pembahasan dilakukan menggunakan teknologi video conference mengingat pagebluk (pandemi) Covid-19 masih terjadi.

Draft RPP sudah beberapa kali dibahas dengan Kemendikbud dan beberapa kementerian. Hari ini, Rabu, (29/4), merupakan pertemuan ke-4 RPP memasuki babak pembahasan tingkat PAK (Panitia Antar Kementerian). PAK dibentuk sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 351/P/2020 tentang Panitia Antarkementerian Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam

Pembahasan melalui video conference melibatkan sembilan institusi (K/L) anggota PAK, antara lain Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan, Perpustakaan Nasional, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Na’im, mengatakan rancangan yang sedang digodok ini akan menabalkan Perpusnas sebagai Big Deposit di masa depan, meski beberapa locus memerlukan diskusi atau pemahaman yang intens, seperti mana saja yang termasuk ke dalam kategori private goods (karya pribadi/rahasia) atau public goods.

“Peruntukkan untuk umum harus diperjelas,” ujar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Syamsul Hadi menambahkan.

Hal yang serupa diutarakan salah satu panitia RPP, Tubagus Andri. Kalimat ‘bentuk lain yang sesuai dengan perkembangan teknologi’ harus diperjelas karena dapat berpotensi pelanggaran dan pengawasannya akan sulit. “Sekarang sudah banyak yang menggunakan platform media sosial, seperti kanal YouTube, vlog. Bagaimana pengawasannya?,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas, Ofy Sofiana, menjelaskan kalimat ‘bentuk lain yang sesuai dengan perkembangan teknologi’ demi mengantisipasi perkembangan teknologi ke depan. Sedangkan, peruntukkan untuk umum mengacu pada karya rekam yang dikirimkan ke Perpusnas.

“Untuk analog dan digital (terkait bentuk, red) diatur dalam PP. Sementara, untuk content (isi) sudah diatur batasannya dalam undang-undang Perpustakaan,” terang Ofy.

Pelaksanaan serah simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dalam RPP bertujuan untuk ; 1) mengelola koleksi KCKR sebagai koleksi nasional yang lengkap dan mutakhir sebagai salah satu tolak ukur kemajuan peradaban bangsa, ; 2) mewujudkan sistem pendataan KCKR untyuk memberikan kemudahan, ketersediaan, dan keterjangkauan bagi masyarakat dalam memanfaatkan KCKR,; 3) meningkatkan kesadaran penerbit dan produsen karya rekam tentang pentingnya pelestarian KCKR yang bernilai intelektual dan artistik sebagai hasil karya budaya bangsa melalui pemberian penghargaan,; 4) meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun budaya literasi melalui pendayagunaan koleksi serah simpan

Pelestarian tidak hanya menyangkut soal karya cetak tetapi termasuk juga karya rekam. Karya rekam terbagi dalam dua bentuk, yaitu karya rekam analog dan digital. Dan karya rekam terdiri atas audio, visual dan audio visual.

“Urgensi RPP terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 adalah soal pelestarian budaya bangsa,” imbuh Kepala Perpusnas beberapa waktu lalu.

RPP SSKCKR memuat 8 bab dan 40 pasal. Pada pembahasan UU 13/2018 sebelumnya yang melibatkan mitra kerja Komisi X DPR-RI disarankan, RPP yang disusun harus tersinergi terhadap 11 UU lain, antara lain UU Kemajuan Budaya, UU Sistem Perbukuan, UU Perpustakaan, UU Sistem Nasional Iptek, dan UU SSKCKR.

Ada lima poin penting yang akan dimuat dalam RPP. Pertama, mengenai tata cara penyerahan KCKR. Kedua, mengenai mekanisme pengenaan sanksi administratif bagi penerbit dan produsen karya rekam yang tidak taat melaksnakan kewajiban. Ketiga, mekanisme pengelolaan hasil SSKCKR. Keempat, tata cara peran serta (keterlibatan) masyarakat dalam pelaksanaan SSKCKR. Dan kelima, yakni bentuk penghargaan kepada pelaku SSKCKR dan masyarakat yang berperan aktif dalam pelaksanaan SSKCKR.

Di sela-sela pembahasan dengan kementerian/lembaga terkait, Perpusnas terus menerus melakukan dialog yang melibatkan organisasi profesi seperti IKAPI, SPS, ASIRI, LSF, APPTI, KPAI, TV, dan seniman film maupun suara baik dalam naungan label maupun indie. Pada proses dialog tersebut Perpusnas mendengarkan dan menerima seluruh masukan yang disampaikan.

Perpusnas berharap pembahasan RPP pada PAK tidak memakan waktu lama sehingga pada 2020 dapat disetujui  untuk kemudian diundangkan.

 

Reportase :

Hartoyo Darmawan

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung