Salemba, Jakarta—Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia diharapkan memiliki disaster recovery center atau pusat pemulihan bencana.
Demikian disampaikan Kepala Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan Perpusnas, Made Ayu Wirayati pada kegiatan Apel Pagi, Senin (06/05/2024).
Alangkah pentingnya memiliki pusat pemulihan bencana bagi Perpustakaan Nasional terkait penyelamatan seluruh informasi hasil alih media koleksi langka dan koleksi bernilai.
Disaster recovery center atau pusat pemulihan bencana adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi penting sistem elektronik yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia.
"Sebetulnya mengapa sebuah perpustakaan menjadi salah satu yang berdampak ketika terjadi bencana atau perang karena menurut sejarah penghancuran buku ada banyak hal yang menyebabkannya, seperti serangga mau pun kelembaban, masalah politis, serta kebencian etnis dan religius," ucapnya.
Melalui buku yang ditulis oleh Fernando Báez seorang penulis sekaligus kepala Perpustakaan Nasional Venezuela dengan judul 'Penghancuran Buku: Dari Masa ke Masa', ditemukan bahwa sejarah penghancuran buku sama tuanya dengan buku itu sendiri yang sudah terjadi sekitar 4000 tahun sebelum Masehi.
Lebih lanjut, Made menambahkan bahwa di Indonesia penghancuran buku telah ada semenjak masa kolonial, bahkan hingga kini masih ditemukan kebencian terhadap buku yang seringkali diekspresikan dalam beragam bentuk mulai dari pelarangan dan sensor hingga diekspresikan dengan cara membakar buku, menghancurkan perpustakaan, bahkan lembaga pengarang dan karyanya.
Perpustakaan Alexandria yang berada di Mesir Selatan menjadi perpustakaan yang penuh dengan tragedi penghancuran akibat bencana perang. Hal itu mengakibatkan hancurnya 40.000 buku pada tahun 1389 Masehi yang memberikan dampak hilangnya benang merah properti intelektual antara leluhur dan penerus bangsa.
Selain itu, Made juga menyampaikan guna mendukung pelestarian warisan dokumenter dan warisan budaya dapat dilakukan dengan mencegah risiko bencana dan perang yang bisa terjadi sehingga ke depan Perpustakaan Nasional lebih memastikan penyelamatan informasi melalui alih media dan membangun infrastruktur pusat pemulihan bencana.
"Disaster recovery center yang secara khusus ditujukan untuk menempatkan sistem aplikasi sehingga data-data cadangan bagi seluruh informasi hasil alih media koleksi baik majalah langka, naskah kuno, surat kabar langka, dan koleksi-koleksi berharga lainnya dapat terlindungi dan harus segera direalisasikan mengingat bencana bisa terjadi kapan saja tanpa kita ketahui," pungkasnya.
Reporter: Prakas Agrestian