Refleksi Sumpah Pemuda: Cerdas Berakhlak, Literasi Kuat untuk Indonesia Hebat

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta - Sumpah Pemuda merupakan pergerakan yang dilakukan oleh pemuda dan pemudi Indonesia dalam rangka perjuangan meraih kemerdekaan. Pergerakan ini menghasilkan satu kesepakatan bahwa bangsa Indonesia bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, berbangsa satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatian, bahasa Indonesia.

Dalam upaya penguatan literasi masyarakat mengenai peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 yang direfleksikan pada kondisi pemuda saat ini, Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menyelenggarakan talkshow dengan tema Refleksi Sumpah Pemuda: Cerdas Berakhlak, Literasi Kuat untuk Indonesia Hebat secara hibrida, Senin (16/10/2023).

Dahulu ada seorang pemuda sederhana, pemalu, dan kutu buku asal Minangkabau yang berani untuk hadir dalam Liga Anti-Imperialisme di Brussel, Belgia pada 1927. Dia bernama Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Dagang, Rotterdam, Belanda. Pada kesempatan itu, Hatta bersama para pemuda lain dari negara-negara jajahan bersatu melawan kolonialisme dan imperialisme Barat.

“Sebagai pemuda yang progresif, sadar akan kemajuan, dan berani melawan tradisi lama yang melanggengkan status quo imperialisme, Hatta terjun ke dalam pergerakan nasional yang penuh dengan resiko. Hatta merupakan contoh dari pemuda Indonesia masa itu yang berani merelakan karir, keluarga dan jalan hidupnya untuk bangsa Indonesia,” jelas Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas, Agus Sutoyo.

Perjuangan pemuda Indonesia di awal abad ke-20 dan abad ke-21 tidak dapat disamakan. Cara Hatta dan para pemuda Indonesia yang berjuang di masa itu dan di masa kini memiliki perbedaan karena tantangan yang dihadapi pun berbeda.

Pengamat Politik FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah mengatakan tantangan dan spektrum isu abad ke-21 semakin kompleks karena masyarakat juga menghadapi era algoritma dan echo-chamber. Menurutnya, pemuda saat ini harus mengidentifikasi hal-hal progresif di ranah masing-masing dan memastikan agar hal-hal tersebut tidak dikooptasi oleh kepentingan elit politik, pengusaha, dan lainnya yang memiliki sumber daya untuk memonopoli common sense.

“Kita harus waspada kepada pseudo-activist yang pragmatis dan cenderung berkelompok menjadi agen perpanjangan tangan oligarki (bisnis & politik). Saatnya kita keluar zona nyaman, mencari tahu isu-isu progresif yang sesuai dengan profesi yang kita geluti, maupun isu-isu universal seperti lingkungan, kesetaraan gender, dan hak-hak tenaga kerja,” ungkapnya.

Staf Pengajar Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI, Agung Nurwijoyo menambahkan bahwa pemuda merupakan bagian dari dinamika dan aktor dalam hubungan internasional. Pembentukan relasi yang dibangun oleh para pemuda dapat dilakukan melalui dialog dan aktivitas berjejaring. Adapun intensi penting yang mendasari ialah mendukung pembangunan berkelanjutan.

“Para pemuda diharapkan untuk meningkatkan literasi nasional dan global agar mampu berpikir kritis dalam merespon tantangan global, meningkatkan nilai jual diri melalui studi, skill-improvement seperti internship dan course, serta membangun sensitivitas sosial berupa volunteer-act. Selain itu, para pemuda masa kini juga diharapkan mampu membangun habit positif dan menghargai, serta menikmati prosesnya. Di satu sisi navigating the digital world and engage in decision-making, di sisi lain tetap stay humanist,” pungkasnya.

Reporter: Basma Sartika

Fotografer: Andri Tri Kurnia

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung