Kondisi Darurat Buku di Indonesia

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Salemba, Jakarta—Tantangan terbesar di dalam menumbuhkan kegemaran membaca adalah disparitas ketersediaan bahan perpustakaan dan tingkat kegemaran membaca masyarakat.

Kondisi ekosistem literasi dan buku di Indonesia sendiri menunjukkan angka yang belum memuaskan. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), Deni Kurniadi, menyatakan jumlah capaian koleksi di perpustakaan daerah, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia, rasionya adalah 1:90.

“Artinya 1 buku ditunggu oleh 90 orang. Jumlah koleksi ini masih sangat kurang jika dibandingkan dengan rasio kebutuhan dengan penduduk di Indonesia, karena menurut standar Unesco adalah 1 orang membaca 3 buku baru per tahun,” jelasnya dalam webinar Duta Baca Indonesia dengan tema “Darurat Buku di Indonesia” yang diselenggarakan secara virtual, pada Rabu (25/5/2022).

Data tahun 2022 menunjukkan bahwa capaian perhimpunan serah simpan karya cetak dan karya rekam (sskckr) yang merupakan tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR, jumlahnya mencapai 2.939.008 eksemplar bahan perpustakaan atau buku yang ada di Perpusnas dan perpustakaan di daerah.

Dia menambahkan, data dari Badan Pusat Statistik tahun 2020 dan kajian penerbitan, menunjukkan angka yang masih minim. Secara nasional, jumlah terbitan sejak 2015-2020 sebanyak 404.037 judul buku dengan jumlah penerbit aktif secara nasional sebanyak 8.969 penerbit. Tiga provinsi dengan jumlah terbitan tertinggi adalah DKI Jakarta, diikuti Jawa Barat, dan DI Yogyakarta.

“Jumlah terbitan nasional jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat Indonesia menghasilkan rasio sebanyak 1:514 artinya jumlah terbitan secara nasional tidak mencukupi dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia,” urainya.

Untuk itu, Perpusnas melakukan upaya dalam menangani kondisi darurat buku di Indonesia yakni dengan mengembangkan layanan berbasis digital. Di antaranya melalui layanan sumber elektronik dan digital online, e-Resources dan iPusnas, aplikasi perpustakaan digital yang berbasis media sosial.

“Melalui Indonesia OneSearch atau IOS yaitu pintu pencarian tunggal pengetahuan untuk semua koleksi publik dari perpustakaan museum dan arsip di seluruh Indonesia dan terdapat 14 juta record dari berbagai mitra jejaring yang tergabung dalam IOS. Dan Khastara atau Khasanah Pustaka Nusantara,” ungkapnya.

Sementara itu, Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, membagikan pengalamannya setelah melakukan safari literasi dari Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga ke Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia mendapati pengalaman bahwa banyak buku yang diterbitkan tidak melewati proses yang benar.

“Semuanya serba tergesa-gesa. Tapi itu menjadi modal. Nah itu sebab dengan segala keterbatasan literasi kolaborasi, saya, Muhammad Subhan, dan kawan-kawan mencoba datang ke daerah-daerah. Semuanya bergerak, ingin menyediakan, menerbitkan buku sebanyak-banyaknya,” sebutnya.

Selain itu, fakta menarik ditemukannya selama bersafari dari Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara. Di Pulau Jawa, kebanyakan orang yang ditemuinya meminta agar dilatih menulis buku yang bagus, laku dijual, serta difilmkan.

“Nah yang di Bali ini memprihatinkan. Ketika saya datang ke Singaraja ada kepala dinas perpustakaannya, tapi di provinsi tidak ada, di-downgrade. Dan mereka tidak begitu tertarik dengan menulis, mereka hanya tertarik pariwisata. Maka di Bali itu, sebaiknya memang diajari cara menulis travel writing atau catatan perjalanan, menulis ulasan hotel, menulis destinasi,” urainya.

Kondisi berbeda dialaminya di NTB. Masyarakat NTB meminta agar diajari menulis sekaligus buku-buku gratis karena akses ke daerah tidak semua baik. Meski ada perpustakaan keliling, koleksinya tidak cukup karena sudah sering dibaca oleh anak-anak.

“Apa yang kita sebut bahwa akses buku itu sulit mulai terasa di NTB. Sulit karena tidak semua ada perpustakaan, walaupun NTB masih lebih baik dari NTT. Hanya memang koleksi bukunya tidak variatif,” ungkapnya.

Dia menemukan kondisi darurat buku di NTT. Selain antusias untuk menulis, warga yang ditemuinya meminta perbaikan gedung perpustakaan, perpustakaan keliling, hingga dana alokasi fisik perpustakaan. “Apa yang kita takutkan itu semuanya terjadi di sana, tapi minat bacanya tinggi,” tukasnya.

Ditekankannya, kondisi darurat buku dapat diatasi apabila semua elemen masyarakat turut andil. Saat ini, dia menggagas Gerakan Sejuta Buku untuk Indonesia dengan menggandeng beberapa penerbit besar. Penulis novel Balada si Roy ini mendekati BUMN agar dapat membantu gerakan ini.

Ketua Umum Pengurus Ikapi 2020-2025, Arys Hilman, menyebut kondisi pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan jumlah judul buku baru dan jumlah eksemplarnya. Dulu, disebutkannya, satu judul buku dapat dicetak 4.000-5.000 eksemplar. Namun kini, turun menjadi 3.000 eksemplar per judul buku.

“Jadi kalau dalam hipotesis kami, sebenarnya ada keterkaitan antara penyerapan buku melalui penjualan. Saya tidak bicara soal, misalnya di perpustakaan terjadi barangkali lonjakan pada pembaca buku. Tetapi ini lebih kepada masalah penyerapan buku dalam pengertian penjualan buku oleh industri terhadap pembaca,” urainya.

Indeks literasi, menurutnya, bukan sekadar kegemaran membaca. Menurutnya, literasi mencakup empat hal kecakapan membaca, akses terhadap bahan bacaan, kebiasaan atau pembiasaan pembudayaan kegemaran membaca, literasi tidak sekadar dalam bentuk teks tapi juga ucapan dan video dan menghasilkan nalar kritis dan kemudian membawa manfaat bagi pembacanya.

“Jadi literasi berada di atas kegemaran membaca,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Utama Balai Pustaka, Achmad Fachrodji, mendorong BUMN agar membeli buku. Dia mengkritisi sesama BUMN, yang diisi oleh warga terpelajar, tetapi anggaran membeli buku rendah. “Kalau masyarakat terpelajar aja masih rendah minat beli bukunya dan otomatis minat baca bukunya, bagaimana kita memberi pelajaran kepada masyarakat?” tanyanya.

Kesulitan yang dialami BUMN asuhannya, sebutnya, menyangkut distribusi dan channel. Disebutkan bahwa distribusi buku kurikulum, jumlah agen mesti banyak, serta berani melakukan pendekatan massif, itulah penerbit yang akan menang. “Oleh karena itu, kita harus mengedepankan bahwa darurat buku juga harus diperbaiki ekosistem perbukuan nasionalnya,” cetusnya.

Kepala Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi NTB, Julmansyah, mengungkapkan pihaknya mendorong terbitnya buku dengan konten lokal. Hal itu dilakukan dengan memfasilitasi antara penulis lokal dan penerbit mayor. Salah satu buku yang sudah terbit adalah Perempuan di Panggung Literasi. Selain itu, Pemprov NTB melalui Dikbud, bekerja sama dengan penerbit akan menerbitkan buku ajar di sekolah menengah kejuruan (SMK) terkait dengan 120 kompetensi.

“Buku ajar kejuruan ini akan disesuaikan dengan sumber daya lokal NTB, sehingga akan ada 120 judul buku ajar yang berbasis sumber daya lokal melalui SMK NTB,” pungkasnya.

Reporter: Hanna Meinita

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Copyright 2022 © National Library Of Indonesia

Jumlah pengunjung