Medan, Sumatera Utara--Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada sepuluh tahun terakhir memberikan kemudahan, kecepatan, jangkauan, keakuratan, dalam penyebaran dan pemanfaatan informasi. Kemajuan TIK ini sekaligus menuntut adaptasi dari semua aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan perpustakaan.
Era disrupsi merujuk pada kemajuan teknologi yang mengubah tata cara konvensional yang sudah mapan. Disrupsi digital muncul seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital dan internet.
"Saat ini disrupsi digital telah memberikan kemudahan dampak pembinaan dalam berbagai aspek secara pribadi maupun sosial, termasuk perpustakaan. Oleh karena itu, perpustakaan dituntut agar siap dalam menghadapi tantangan tersebut maupun menyediakan layanan yang dapat memfasilitasi masyarakat dalam menjawab tuntutan yang dibawa era disrupsi digital," ujar Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando saat menjadi keynote speech pada Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia ke-11 di Medan, Selasa, (6/11).
Mobilisasi pengetahuan melalui perpustakaan di era disruptif adalah solusi dalam hal ketermanfaatan perpustakaan ketika pemustaka dapat mengakses berbagai sumber informasi secara cepat, mudah dan murah bahkan gratis.
Perpustakaan harus mendahulukan keterjangkauan koleksi daripada kepemilikan koleksi, tambah Kepala Perpusnas. Namun, butuh teknologi yang mampu menghimpun akses tersebut yang tidak terbatas. Kolaborasi antarperpustakaan dengan membentuk jaringan perpustakaan digital adalah jawabannya.
Perpustakaan digital dipandang memiliki peran penting dalam memastikan diseminasi informasi pengetahuan melalui penyediaan akses ke informasi, sarana TIK, serta bantuan untuk masyarakat dalam pelestarian informasi.
KPDI ke-11 dihadiri oleh tidak kurang dari 500 peserta dimana mayoritasnya adalah perguruan tinggi. Ada 20 makalah yang diberikan kesempatan untuk dipaparkan dari 58 judul makalah yang diterima.
Reportase : Elsa Tuasamu & Hartoyo Darmawan