Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Perbedaan gender bukan menjadi halangan bagi seorang perempuan untuk maju dan berkarya. Perempuan memiliki peran strategis untuk keberlanjutan bangsa dan negara.
Demikian disampaikan Kepala Balitbang Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami dalam Talkshow Peran Perempuan dalam Bidangnya yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI secara hybrid pada Rabu, (8/12/2021).
"Kodrat seorang perempuan kalau diperankan dengan benar, luar biasa. Ketika siap menjadi seseorang yang hamil, melahirkan, dilanjutkan menyusui, sudah berkontribusi untuk kemajuan negara," ungkap dia.
Dengan menjalankan peran penting tersebut, menurut Utami dapat menumbuhkan kesadaran hukum pada anak sejak dini.
"Sehingga berbagai kejadian yang saya lihat ketika bertugas di lapas bisa berkurang. Isi lapas, rutan mudah-mudahan bisa berkurang," katanya.
Berbagi pengalamannya dalam meniti karir, Utami mengatakan, seorang perempuan yang bekerja di bidang maskulin tentu tidak mudah. Apalagi ketika menjabat sebagai Dirjen Pemasyarakatan mengharuskan dirinya berhadapan dengan para warga binaan pemasyarakatan, tahanan, dan juga anak.
"Ketika berhadapan dengan mereka saya harus mengurangi rasa cengeng atau kasihan terhadap mereka. Harus bersikap profesional dalam menjalankan tugas saya," ungkap perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Akademi Ilmu Pemasyarakatan ini.
Hal serupa juga dirasakan oleh Wening Esthyprobo, Duta Besar Indonesia untuk Hungaria tahun 2014-2018. Wening mengatakan, dunia diplomasi mayoritas dijabat oleh kaum pria. Dan ketika dirinya masuk di Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri) hanya 10 persen diplomat yang berjenis kelamin perempuan.
"Namun sekarang hampir separuhnya banyak diplomat seorang perempuan. Bahkan Menteri Luar Negeri pun dijabat oleh seorang perempuan," tutur Wening.
Menurutnya, perempuan memiliki begitu banyak kelebihan dibanding laki-laki terutama sebagai diplomat. Perempuan dapat berdialog dan bernegosiasi secara luwes, kemampuan ini penting dimiliki bagi seorang diplomat.
"Kemampuan ini saya gunakan untuk dapat dekat dengan staf maupun kolega. Menjadi duta besar tentunya menjadi representasi dari Indonesia. Dalam setiap kesempatan, saya selalu menggunakan pakaian nasional, karena saya ingin mengenalkan Indonesia kepada masyarakat Hungaria," terangnya.
Menjadi seorang diplomat wanita, tentu ada tantangan luar dalam yang harus dihadapi. Tantangan di dalam sebagai istri dan ibu, Wening harus dapat menjaga keharmonisan dengan keluarga, tidak mengabaikan suami sebagai pendamping, dan tidak mengurangi kasih sayang putra putrinya.
"Tantangan di luar tentu saja dihadapkan dengan pekerjaan yang banyak. Kami pun bisa dikatakan bekerja 24 jam, karena ketika ada WNI yang meminta perlindungan pasti kami tangani," ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Utama Perpusnas, Woro Titi Haryanti mengatakan, perempuan memiliki peran strategis dalam meningkatkan literasi. Karena dalam menumbuhkan gemar membaca tentunya dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.
"Secara kodrat, pengembangan gemar membaca dimulai dari keluarga. Kedudukan ibu pasti dengan anak. Ini erat sekali kaitannya dalam menumbuhkan budaya gemar membaca," katanya.
Woro mengatakan, perpustakaan saat ini telah bertransformasi, tidak lagi menjadi ruangan yang penuh dengan tumpukan buku. Melalui program transformasi berbasis inklusi sosial, mindset perpustakaan sudah berubah.
Perpustakaan, selain menyediakan buku juga sebagai tempat untuk beraktivitas. Seperti belajar, berbagi pengetahuan.
"Dari program ini, ibu-ibu dapat memanfaatkan perpustakaan untuk meningkatkan perekonomiannya," ujar Woro.
Berbekal dari pelatihan yang dilakukan di perpustakaan, para ibu bisa menghasilkan sesuatu produk dan menghasilkan secara ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Â
Reportase: Wara Merdeka
Fotografer: Prakash Agrestian