Salemba, Jakarta- Perpustakaan sebagai tempat pembelajaran sepanjang hayat merupakan pusat ilmu pengetahuan dan informasi. Oleh karena itu, pustakawan memiliki peran penting dalam proses transfer ilmu pengetahuan sekaligus garda terdepan dalam memberikan pelayanan sepenuh hati kepada pemustaka.
Hal tersebut diutarakan oleh Pustakawan Ahli Pertama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) Ofy Sofiana pada saat memimpin apel pagi dalam rangka memperingati Hari Pustakawan yang jatuh pada tanggal 7 Juli, Senin (8/7/2024).
“Sejarah ditetapkannya hari pustakawan pada tanggal 7 Juli tidak bisa dilepaskan dari pendirian Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI). IPI adalah organisasi profesi pustakawan di Indonesia yang didirikan pada tanggal 7 Juli 1973 pada kongres Pustakawan Indonesia yang diselenggarakan di Ciawi,Bogor pada tanggal 5-7 Juli 1973. Sejalan dengan itu, pada tahun 1990 Kepala Perpusnas Mastini Hardjoprakoso, menetapkan tanggal 7 Juli sebagai hari Pustakawan di Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan saat ini telah terjadi perubahan terhadap berbagai tatanan umum dan kebiasaan baru sehingga profesi pustakawan harus mampu bertahan di era perkembangan teknologi yang tidak terkendali dan ancaman dari disrupsi yang selalu menghantui profesi ini.
“Oleh sebab itu pustakawan harus memiliki komitmen atau pendirian yang kuat untuk selalu meningkatkan potensi diri agar dapat memiliki kemampuan dalam mengakses, memahami dan memanfaatkan informasi yang diperoleh serta mengkomunikasikan informasi tersebut kepada masyarakat,” jelasnya.
Dalam kesempatan ini, ia mengutarakan delapan makna dari profesi pustakawan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Heriyanto, Yusuf & Rusmana (2013). Yang pertama adalah pustakawan sebagai penolong adalah pustakawan mampu menolong atau membantu masyarakat dalam mencari atau menemukan informasi yang dibutuhkan.
Yang kedua, pustakawan sebagai pendidik yang bermakna bahwa pustakawan mampu mengajarkan orang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. “Ini biasanya dilakukan oleh pustakawan yang bekerja di lingkungan akademis baik itu sekolah maupun perguruan tinggi.” jelasnya.
Makna profesi pustakawan yang ketiga adalah sebagai teman diskusi dimana seorang pustakawan yang memiliki pengetahuan dan komunikasi yang baik dapat menjadi tempat berdiskusi oleh berbagai pihak, baik itu dosen, guru, mahasiswa, murid maupun civitas akademik lainnya.
“Yang keempat pustakawan sebagai konsultan dimana dengan bekal pengetahuan yang luas, menjadikan kepakaran seorang pustakawan dapat digunakan untuk membantu orang lain dalam menganalisis, mengevaluasi serta memberikan saran dalam pengambilan keputusan,” tuturnya.
Selanjutnya makna profesi yang kelima, pustakawan sebagai pembimbing bagi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir baik itu skripsi, tesis maupun disertasi walaupun hal ini dilakukan secara tidak formal.
“Keenam,pustakawan sebagai manajer informasi dimana pustakawan memiliki tugas dan tanggungjawab berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya untuk merancang menangani, mengolah dan menghadirkan koleksi pustaka yang dibutuhkan oleh orang lain (pemustaka) baik itu berbentuk cetak maupun digital.” jelasnya.
Makna pustakawan yang ketujuh adalah sebagai fasilitator informasi dimana pustakawan berperan aktif menjadi agen informasi yang bertanggung jawab dan yang terakhir adalah pustakawan sebagai profesi yang menjanjikan.
Dalam kesempatan ini, ia mengemukakan pandangan Alvin Toffler tentang perpustakaan sebagai rumah sakit bagi pikiran.
“Dalam dunia yang penuh dengan kelebihan informasi atau yang disebut sebagai information overload dan perubahan yang cepat, perpustakaan dapat menyediakan oasis ketenangan dan sumber daya yang terorganisir yang dapat membantu individu mengatasi stres dan kebingungan.” ungkapnya.
Reporter: Anastasia Lily