Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Tidak bisa melepaskan literasi diantara dua agenda strategis, yakni kebudayaan dan sumber daya manusia. Ketersinggungan nyata antara literasi, pendidikan, dan kebudayaan melahirkan masyarakat berpengetahuan (knowledge society). Kondisi ini diyakini akan meningkatkan produktivitas. Dan pendidikan adalah mula bagaimana mengubah arah kehidupan.
“Dengan membangun pendidikan yang baik literasi dapat meningkat. Sebaliknya dengan literasi yang rendah justru bisa dipastikan akan menimbulkan konsekuensi lain yang lebih memakan biaya dan menyita waktu. Maka, penting membekali anak dengan keterampilan baca, khususnya di rentang usia 8-10 tahun,†ujar Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amich Alhumami pada Rakornas Bidang Perpustakaan 2021, Selasa, (23/3).
Lebih jauh Amich menjabarkan konsekuensi yang dirasakan ketika literasi rendah, (1) biaya pendidikan lebih mahal, (2) tidak produktif ketika memasuki dunia kerja, (3) pendapatan rendah yang berimbas pada kesejahteraan, (4) ongkos kesehatan menjadi mahal, dan (5) angka kriminalitas meningkat.
Amich menerangkan, negara dengan proporsi penduduk yang bekerja sangat besar di berbagai lapangan dan jenis pekerjaan justru mensyaratkan kemampuan baca yang tinggi karena akan cenderung lebih produktif. Terlebih di era dimana teknologi berperan penting dalam perekonomian, nyaris dipastikan semua memerlukan kemampuan analisis dan keterampilan komunikasi sehingga kausalitas antara produktivitas tinggi dan kemampuan membaca di tempat kerja merupakan hal yang lumrah.
“Sebaliknya di negara yang belum menjadikan keterampilan membaca sebagai ukuran kinerja di tempat kerja cenderung kurang produktif atau produktivitasnya rendah,†tambah Amich.
Menurut data Global Knowledge Indeks 2020 yang dirilis Bappenas, diketahui bahwa Indonesia menempati peringkat ke-81 dari 138 negara, dan peringkat ke-23 dari 36 negara dengan pembangunan manusia yang tinggi. Sedangkan, di lingkup ASEAN, Indonesia malah berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
“Perlu perbaikan serius untuk mengatasi disparitas yang mencakup aspek ekonomi, pendidikan, teknologi, riset ilmiah, dan vokasi. Dengan kata lain, Indonesia masih perlu melakukan upaya peningkatan kapasitas dalam pengembangan ilmu pengetahuan melalui berbagai strategi, program, dan kegiatan yang tepat,†pungkas Amich.
Â
*Laporan Tim Humas Perpustakaan Nasional RI