Manggarai Barat, NTT—Siapa yang tidak mengenal Labuan Bajo, nama yang mulai mendunia di kalangan wisatawan. Labuan Bajo, selain mempunyai gugusan pulau yang eksotis juga memiliki keunggulan yang tidak dipunyai daerah atau negara lain manapun di dunia, yakni komodo, salah satu hewan purbakala yang masih hidup hingga saat ini.
Lalu, jika komodo sudah menjadi daya tarik wisatawan, bagaimana dengan kondisi Perpustakaan dan literasi di wilayah Kabupaten Manggarai Barat ?.
Wakil Bupati Manggarai Barat Maria Geong dalam kesempatan Roadshow Perpustakaan Nasional di Labuan Bajo, Kamis, (29/11), mengatakan jumlah kunjungan ke perpustakaan Manggarai Barat mencapai 4.284 kunjungan, sementara angka kunjungan perpustakaan keliling pada 2017 lalu mencapai 3.823 orang. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah angka melek huruf yang mencapai 95 persen. “Dari statistik tersebut bisa disimpulkan bahwa keberadaan perpustakaan Manggarai Barat belum mendapatkan tempat yang layak,†imbuh Wakil Bupati.
Sedangkan, disisi lain, Wakil Bupati mengakui era industri 4.0 menuntut manusia melek dengan teknologi. Dan perkembangan budaya dan Iptek juga tidak lepas dari perpustakaan. Terlebih lagi di bidang pendidikan, perpustakaan memegang peran lebih esensial. Secara khusus, Pemerintah Manggarai Barat telah mengeluarkan Perda Nomor 7 tahun 2018 tentang pengelolaan perpustakaan. Tanpa aturan, sulit bagi siapapun untuk bergerak. “Melalui Perda tersebut, Pemkab sudah menyiapkan sejumlah kebijakan, seperti pengadaan buku dan rak," kata Maria.
Sementara itu, Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Sri Sumekar mengatakan Manggarai Barat khususnya di Labuan Bajo memiliki potensi yang bisa diandalkan masyarakat, seperti sektor wisata. Oleh karena itu, Sestama mengajak Pemda untuk tidak ragu menggalakkan program wisata baca, misalnya. "Pemda Manggarai Barat bisa bercontoh kepada Surabaya yang mampu memaksimalkan ruang ruang publik untuk pendirian pojok baca" imbuh Sestama Perpusnas.
Labuan Bajo dikatakan budayawan dan tokoh agama Manggarai Barat Pater Marselinus Agot sebagai pintu gerbang provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun, tiada toko buku besar disini sehingga menyulitkan literasi tumbuh. Jika di kota-kota lain banyak tersedia toko buku, beda halnya dengan di sini. "Jadi, bukan minat baca yang kurang tapi tidak ada bahan bacaan yang bisa dibaca,†kata Agot.
Kehadiran road show Perpusnas, diakui Agot, sangat membantu untuk mendorong minat baca disini. Jika membaca sudah menjadi kebiasaan, maka otomatis hoaks akan berhenti karena yang sekarang marak terjadi adalah seringnya mengkritik tanpa data. "Sangat berbahaya jika mengabaikan literasi," tambah Agot.
Penulis Servam Maksimilianus justru melihat kekhawatiran lain dari berkembangnya gadget terutama di kalangan pelajar, dan generasi muda. Mayoritas mereka menggunakan gaya bahasa yang mereka ciptakan sendiri. “Yang dikhawatirkan malah menghilangkan kosa kata baku yang sudah disempurnakan,†ucapnya.
Â
Reportase : Hartoyo Darmawan
Â