Bogor, Jawa Barat - Perpustakaan khusus perlu mendapat perhatian dalam pengembangannya secara berkesinambungan. Oleh karena itu, perpustakaan khusus dalam berbagai aspeknya perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas layanannya kepada pemustaka yang berada di dalam lembaga induknya.
Dalam rangka tersebut, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI menggelar kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Pengembangan Perpustakaan Khusus Tahun 2023 secara langsung di Hotel Swiss-Belinn Bogor, Senin (13/3/2023).
Adapun 3 (tiga) tema besar yang diangkat pada pelaksanaan Rapat Koordinasi Teknis ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas, Adin Bondar, melalui rekaman videonya antara lain terkait repositori perpustakaan khusus, penataan kelembagaan perpustakaan khusus Indonesia, dan akreditasi perpustakaan khusus.
“Ada 3 poin besar yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan ini, pertama bagaimana perpustakaan khusus menjadi repositori pengetahuan dalam rangka meningkatkan kinerja institusi, kedua adalah bagaimana perpustakaan khusus kita tingkatkan agar institusi menjadi lebih adaptif dan agile yaitu melalui penataan kelembagaan sehingga perpustakaan khusus mampu menjadi center of excellence, dan ketiga adalah bagaimana mendorong perpustakaan khusus bisa meningkatkan kualitas pengelola dan pelayanannya untuk mendapatkan akreditasi dari Perpustakaan Nasional,” jelasnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Perpustakaan Khusus ialah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah atau organisasi lain.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Kelembahaan dan Tata Laksana Pembangunan MAnusia dan Kebudayaan, KemenPANRB, R. Roro Vera Yuwantari Susilastuti, menyampaikan ada perubahan konsepsi organisasi pada perpustakaan khusus. Saat ini bentuknya adalah hierarkikal, ke depan organisasi perpustakaan khusus akan berbentuk flexible.
Pada konsep hierarkikal terdapat birokrasi bertingkat, dengan jenis kepemimpinan hirarki (top down), intruksi yang detil, dan silos. Sedangkan konsep flexible merupakan hasil integrasi dari Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan proses bisnis.
“Dengan konsep flexible ini fokusnya berada pada aksi, perubahannya cepat dan dinamis dengan sumber daya yang fleksibel, memiliki kepemimpinan yang mampu mengarahkan dan menggerakan, serta membangun kerja tim yang bertanggung jawab pada hasil,” terangnya.
Lebih lanjut, Asdep Vera memaparkan 5 (lima) rekomendasi untuk keberhasilan perubahan konsepsi tersebut, pertama optimalisasi jabatan fungsional dalam pengelolaan perpustakaan khusus lembaga pemerintah; kedua, sinkronisasi pelembagaan perpustakaan khusus dengan karakterisik tugas dan fungsi pengelolaan perpustakaan; ketiga, penguatan pembinaan pustakawan dan tenaga perpustakaan; keempat, optimalisasi teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan teknis dan layanan pemustaka; dan kelima, peningkatan promosi perpustakaan.
Sementara itu, Subkoordinator Pelaksana Fungsi Kebijakan Repositori Nasional BRIN, Hermin Triasih, pihaknya membentuk Repositori Ilmiah Nasional (RIN) untuk menjadi sarana menyimpan, melestarikan, mengutip, menganalisis, dan berbagi sata penelitian yang dikelola oleh Direktorat Repositori, Multimedia, dan Penerbitan Ilmiah BRIN.
Menurutnya, urgensi dibangunnya RIN ialah untuk menegaskan bahwa data riset tidak kalah penting untuk dikelola guna keberlanjutan riset di masa mendatang, terutama untuk mengantisipasi kasus seperti pencurian device hingga force majeure.
“Untuk bisa mewujudkan pemanfaatan RIN secara lebih masif tentunya kami berkoordinasi dan bekerja sama juga dengan beberapa pihak eksternal seperti kementerian/lembaga lain, perguruan tinggi, swasta, maupun BUMN,” ungkapnya.
Perpustakaan BRIN dan RIN ke depan akan menjadi model baru sistem kepustakaan riset dan inovasi nasional. Karena sebagai perpustakaan riset, perpustakaan BRIN harus mampu bertransformasi dalam mendukung tusi lembaga dengan mengembangkan “Layanan User Forum”. Tujuannya yakni mengoptimalkan koleksi digital dan fisik yang ada.
“Sebagai dampak dari layanan tersebut, BRIN dapat menangkap potensi hasil riset baru melalui kegiatan riset yang ada,” ucapnya.
Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Khusus Perpusnas, Nani Suryani, pada laporan kegiatan menginfokan bahwa sampai saat ini sesuai data yang bersumber dari data.perpusnas.go.id, baru terdapat 3.006 dari 6.552 perpustakaan khusus yang terdata. Untuk itu, dia mengajak perpustakaan khusus yang belum terdata, agar mengisi datanya secara mandiri pada tautan data.perpusnas.go.id.
Reporter: Basma Sartika
Fotografer: Gilang Arwin Saputri