Salemba, Jakarta – Perpustakaan Nasional kembali menyelenggarakan Temu Wicara dengan Penerbit yang rutin dilaksanakan setiap tahun. Acara yang diadakan di Ruang Auditorium Perpusnas Salemba pada hari Rabu (5/12), bertujuan sebagai ajang silaturahmi dengan penerbit dan ajang penyampaian informasi seputar ISBN serta menghadirkan narasumber yang akan menyampaikan informasi-informasi penting tentang perkembangan penerbitan dan perbukuan nasional seperti Perwakilan Ikatan Penerbit Indonesia Nova Rasdiana, Perwakilan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Oos Anwas, Perwakilan Komite Buku Nasional Erlan primansyah.
“Untuk tahun 2018, Temu Wicara ISBN kami selenggarakan menjelang akhir 2018 dengan tujuan agar dapat mereview apa yang telah dilakukan selama satu tahun silam serta dapat menjadi pegangan dan rekomendasi pada tahun depan,†jelas Kepala Sub Direktorat Bibliografi Perpusnas Prita Wulandari. Prita menjelaskan dalam upaya mensosialisasikan ISBN, Perpusnas telah melaksanakan Rapat Teknis pada tahun 2018 di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu pada awal tahun 2018 juga telah terselenggara Temu Wicara dengan Penerbit dan membahas tentang kegiatan Pengadaan Koleksi iPusnas. Disamping itu pada tanggal 13 September 2018, Perpusnas juga hadir di JCC untuk mensosialisasikan ISBN online dalam acara International Indonesia Book Fair.
Perpustakaan Nasional RI merupakan Badan Nasional ISBN (International Standard Book Number) yang berhak memberikan ISBN kepada Penerbit yang berada di wilayah Indonesia. “Dikebanyakan negara yang mengurusi ISBN adalah Swasta dan berbayar tetapi di Indonesia diurusi oleh pemerintah dan gratis. Dengan demikian negara telah hadir untuk mengurusi karya cipta bangsa sebagai mata rantai perjalanan mata rantai ilmu pengetahuan sebagai jembatan masa lalu, kini dan masa yang akan datang,†terang Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando.
Kepala Perpusnas mengatakan para penerbit dan penulis memiliki kodrat sebagai penjaga peradaban yang dikaruniakan pikiran, budi, karsa untuk menuangkan ide dan gagasan yang bernilai positif, demokrasi, kebahagiaan, kemakmuran dan nilai-nilai kemanusiaan. “Oleh karena itu perpustakaan tidak bisa dipisahkan dengan institusi peradaban. Buku tidak akan lenyap di muka bumi karena kenikmatan yang hakiki adalah dengan membaca,†ujar Syarif.
Syarif mengharapkan dengan adanya Temu Wicara dengan penerbit dapat membangun dan memperbanyak penulis-penulis yang bertaraf internasional. “Perpustakaan Nasional harus mengadakan workshop pelatihan menulis dengan narasumber dari penulis-penulis  yang mumpuni,†lanjut Syarif. Kepala Perpusnas setelah menghadiri International Indonesia Book Fair pada bulan September lalu mencermati keluhan-keluhan yang diutarakan para penulis bahwa penghasilannya masih dibawah UMR DKI Jakarta dengan demikian harus diperhatikan  nasibnya.
Syarif juga menerangkan belanja buku pada tahun 2018 tidak mencapai 300 miliar. “Pertanyaannya saat ini bagaimana menghadirkan buku tersebut ke seluruh indonesia dimana statistik menunjukkan sekita 7-8 penduduk Indonesia adalah sarjana dan sisanya sebagian besar atau 92% adalah tamatan SD, SMP, SMA. Sehingga perlu dihadirkan buku-buku teknologi terapan atau tepat guna yang mudah dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat tersebut,†terang Syarif.
Perpustakaan adalah mitra bagi penerbit dan penulis untuk menjajakan karyanya. Dimana paradigma perpustakaan telah berubah yang dahulu seberapa banyak perpustakaan dikunjungi tetapi hari ini bagaimana perpustakaan dapat menjangkau seluruh masyarakat sehingga cerdas dan sejahtera. “Pada tahun ini Perpustakaan memiliki tagline Perpustakaan bergerak dalam rangka knowledge mobilization dan tahun 2019 nanti menuju Perpustakaan Berkarya dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa,†imbuh Syarif.
Â
Reportase : Arwan Subakti