Maros, Sulawesi Selatan - Literasi penting untuk proses pembinaan warga binaan lembaga pemasyarakatan. Literasi tidak hanya sekedar baca tulis tetapi juga bagaimana menyelesaikan suatu masalah. Proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan sendiri sudah berjalan baik. Salah satu indikator warga binaan mendapat remisi adalah dengan berkelakuan baik, namun tidak hanya berkelakuan baik saja tetapi harus memiliki bekal kemandirian untuk dapat kembali ke masyarakat. "Dengan adanya literasi, program pembinaan dapat berkembang dan dibentuk tim untuk mengawasi kualitas literasi untuk bekal warga binaan," jelas Kepala Lembaga Pemasyarakatan di Lapas Klas II A Maros, Warsianto pada Sabtu, (24/2).
Kepala Kantor Wilayah KemenkumHAM Sulawesi Selatan, Sahabuddin Kilkoda menerangkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Maros mencanangkan Program Gamacca atau Gerakan Minat Baca. Gerakan ini dilaksanakan diantaranya dengan mendirikan rumah baca pada instansi, organisasi dan ruang publik tidak terkecuali di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Maros. "Rumah baca Lapas Maros didirikan untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan warga binaan sehingga dapat bermanfaat ketika kembali ke masyarakat," jelas Sahabuddin.
Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando dalam kesempatan tersebut memperkenalkan Perpustakaan Nasional sebagai institusi yang bertanggungjawab langsung ke Presiden untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perpustakaan. Sesuai amanat UU No. 43 Tahun 2007 pasal 49, Semua pihak didorong untuk membangun taman bacaan dan/atau rumah baca untuk menunjang pembudayaan gemar membaca. Pasal 51, gerakan nasional gemar membaca dilaksanakan pemerintah dengan melibatkan seluruh masyarakat.
Substansinya negara melindungi segenap warga negara dari kebodohan dan kemiskinan dan mempercepat tercapainya tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. "Paradigma terhadap warga binaan harus berubah dan disesuaikan konteks saat ini. Warga binaan dapat berubah kehidupannya ke arah yang lebih baik dengan membaca buku yang menginspirasi dan memotivasi. Dengan demikian membaca buku dapat dijadikan acuan untuk memperoleh remisi," ujar Syarif.
Direktur Pembinaan Napi, Latihan Kerja dan Produksi Ditjen Pemasyarakatan KemenkumHAM, Harun Sulianto memberikan contoh pemberian remisi di negara Brazil dan Italia berdasarkan jumlah halaman dan buku yang dibaca. "Di Brazil dan Italia, Napi yang baca buku setebal 400 halaman dapat remisi minimal 4 hari, dan jika baca 12 buku setahun dapat remisi hingga 48 hari," kata Harun.
Penulis dan wartawan Arswendo Atmowiloto yang merupakan alumni Lembaga Pemasyarakatan Salemba menuturkan tempat terbaik untuk mengarang adalah di Lapas karena keberagaman latar belakang napi, konflik dan materi yang unik sehingga memunculkan ide-ide menarik untuk menciptakan sebuah karya.
Reportase : Arwan Subakti