Salemba, Jakarta – Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) menerima Anugerah Keterbukaan Informasi Publik (KIP), dalam kategori Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian sebagai Badan Publik yang cukup informatif dengan perolehan nilai 75,74 poin. Ini merupakan penghargaan pertama yang diterima oleh Perpusnas.
Kepala Biro Hukum Organisasi Kerjasama dan Humas, Sri Marganingsih mengatakan, penghargaan ini sebagai bentuk komitmen Perpustakaan Nasional untuk menyelenggarakan pengelolaan Badan Publik yang transparan dan akuntabel.
“Hadirnya PPID di Perpustakaan Nasional sebagai implementasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dengan memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat secara transparan dan akuntabelâ€, tuturnya usai mengikuti acara Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik secara daring, Rabu (25/11).
Sri Marganingsih pun mendorong agar Pejabat Publik Informasi dan Dokumentasi (PPID) Perpustakaan Nasional dapat meningkatkan predikatnya di tahun mendatang. “Jangan puas dengan predikat cukup informatif, tetapi kami berharap dapat mencapai predikat informatif,†harapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mendorong Badan Publik yang masih berpredikat cukup informatif untuk terus melakukan akselerasi dan perbaikan keterbukaan informasi publik dengan mengaplikasikan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, inovasi serta partisipasi ke dalam setiap aspek pelayanan informasi kepada publik.
“Dengan adanya keterbukaan informasi publik diharapkan masyarakat dapat semakin aktif terlibat dalam proses pembuatan kebijakan publik mulai dari tahap perencanaan, implementasi, pemantauan hingga evaluasi kebijakan. Hal ini penting untuk mewujudkan kebijakan publik yang tepat sasaran dan relevan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,†tuturnya.
Saat ini kita berada dalam era revolusi industri 4.0 dimana transformasi digital menjadi keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Hal ini perlu direspon secara bijak oleh seluruh Badan Publik dengan memberikan pelayanan yang inovatif, adaptif dan solutif untuk masyarakat. Selain itu, arus informasi yang bergulir begitu cepat seringkali tanpa ada proses filterisasi, tidak menutup kemungkinan adanya arus informasi yang tidak benar untuk menyesatkan masyarakat yang dikenal dengan istilah kesalahan informasi.
“Saya meminta Badan Publik melalui PPID dapat memaksimalkan penggunaan seluruh kanal untuk penyebaran informasi publik yang benar, melindungi masyarakat dari sebaran disinformasi, misinformasi dan malinformasi sekaligus membendung arus hoaks yang berkembang,â€pesannya.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana menyampaikan masih diperlukan dorongan yang lebih besar untuk menjadikan keterbukaan informasi sebagai budaya dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Penganugerahan ini bukanlah suatu yang dimaknai sebagai kontestasi antar badan publik, tetapi harus dimaknai sebagai tolak ukur implementasi Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia.
“Komisi Informasi akan lebih menggelorakan budaya keterbukaan informasi publik melalui komitmen dan dukungan yang kuat dari pemerintah,†ungkapnya.
Reportase : Wara Merdeka