Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Ratusan camat dari kawasan perbatasan di Indonesia melakukan kunjungan ke Perpustakaan Nasional RI. Kunjungan dilakukan dalam rangkaian Rapat Koordinasi Penguatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Kecamatan di Kawasan Perbatasan Negara yang diselenggarakan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI.
Dalam sambutannya saat menerima rombongan, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando menyatakan apresiasinya atas kunjungan dari 200-an camat yang datang dari 15 provinsi dan 255 kabupaten di Indonesia tersebut. Perpustakaan adalah rumah bersama, tempat untuk berbagi, dan sumber informasi. Dalam kunjungan ini, para camat mendaftar menjadi anggota Perpustakaan Nasional dan mengunjungi lantai 24 yang memamerkan pemandangan Monas dan Laut Jakarta.
Tahun ini, perpustakaan memiliki program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, di mana sebanyak 300 desa dan 60 kabupaten/kota sudah menerima manfaat program. Syarif menjelaskan, di perpustakaan, masyarakat yang mengalami pemutusan hubungan kerja, putus sekolah, ekonomi bawah, akan mendapatkan pendampingan belajar keterampilan untuk memperbaiki kondisi ekonomi.
“Apa kegiatannya? Kita mengambil masyarakat yang tidak punya pekerjaan, apakah dia tidak punya pendidikan atau mantan PHK atau mungkin tukang parkir, atau pengemis, apa saja, nanti dari kita ada pendampingan lebih kurang 6-12 bulan dan mereka semua difasilitasi oleh kita untuk beliterasi dengan komputer, internet, dan juga ilmu buku-buku terapan sehingga nantinya mereka bisa membuka usaha sendiri sesuai dengan yang mereka minta,†urai Syarif Bando di Ruang Serbaguna Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta, pada Selasa (26/11/2019).
Mengembangkan perpustakaan di perbatasan merupakan perhatian Perpustakaan Nasional. Menurut Syarif Bando, hal ini sesuai dengan arah kebijakan Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam pidato pelantikan dan penyerahan DIPA. Bantuan yang diberikan berupa hibah buku, mobil perpustakaan keliling, dan motor pustaka.
Syarif menepis anggapan bahwa minat baca di Indonesia angkanya rendah. Menurutnya, hal ini terjadi karena sulitnya mendapatkan buku di daerah perbatasan. Karenanya, para penerbit dan perguruan tinggi didorong untuk memperbanyak buku terutama mengenai buku ilmu terapan dan home industry yang dibutuhkan masyarakat di perbatasan dan pedesaan. “Jangan diklaim kalau Indonesia budaya bacanya rendah padahal tidak ada buku baru di sana. Kalau di perbatasan ada koran baru tiap pagi kah? Majalah baru, buku baru. Nah bagaimana caranya kita bilang budaya bacanya rendah? Nah ini jadi tantangan,†jelasnya.
Menghadapi revolusi industri 4.0, para camat didorong untuk mengembangkan komoditi unggulan dari daerahnya. “Nah ini yang harus dipikirkan, artinya apa? Kalau revolusi industri, teknologinya sudah pasti tidak mungkin kita jangkau dari Jepang, Korea, dan Eropa. Tapi kita berpikir apa yang kita bisa ambil peran untuk menyiapkan barang dan jasa yang bisa kita ekspor,†tuturnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan BNPP Restuardy Daud menyatakan terima kasih kepada Kepala Perpustakaan Nasional atas penerimaan kunjungan peserta rakor. Restuardy menjelaskan, Perpustakaan Nasional dipilih menjadi destinasi karena menyimpan aset berupa koleksi manuskrip kuno hingga kemajuan teknologi terbaru. “Ini merupakan bagian dari catatan lain untuk melihat wilayah NKRI yang sangat luas, di sinilah tempatnya,†pungkasnya.
Reporter: Hanna Meinita/Fotografer: Raden Radityo
Â