Jakarta - Perpustakaan tak lagi hanya menjadi tempat untuk membaca buku, melalui program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, perpustakaan hadir untuk mensejahterakan masyarakat.
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Masyarakat Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Deni Kurniadi mengatakan, program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial mengadopsi dari program PerpuSeru dari Bill and Melinda Gate Foundation di tahun 2011-2018.
Melihat keberhasilan program ini, lanjut Deni, yang tidak hanya mencerdaskan masyarakat tetapi juga mensejahterakan. Perpusnas didukung Bappenas, dan DPR untuk mengusung program serupa bernama transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial sejak 2018.
"Program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial menjadi program prioritas nasional, untuk mencerdaskan dan program ini ikut mengentaskan kemiskinan," ujar Deni dalam Webinar Nasional, Literasi untuk Kesejahteraan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang digelar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dengan Perpusnas, secara daring pada Senin (15/11/2021).
Deni mengatakan, jumlah kabupaten/kota dan desa yang mendapat program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, tiap tahunnya meningkat. Di tahun 2020, sebanyak 32 provinsi, 100 kabupaten/kota, dan 300 desa tambahan yang mendapat program tersebut.
"Kami berharap program ini dapat terus berkembang dan menambah titik-titik layanannya, agar banyak masyarakat yang terlibat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat," katanya.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawangsa mengajak, perpustakaan dapat memfasilitasi masyarakat dalam melihat keragaman budaya serta kemauan untuk menerima perubahan menjadi bagian yang paling penting.
"Literasi dapat dibangun bagaimana membuka ruang sosial yang lebih inklusif, interaksi yang lebih inklusif. Maka posisi ini memungkinkan kita membangun keberadaban yang luas, terbuka, sehingga bisa memberikan penguatan pada perlindungan HAM," ungkap dia.
Khofifah mengatakan, literasi mendorong peningkatan produktivitas dan kesejahteraaan. Berawal dari literasi individual menginisiasi individu yang bersangkutan untuk lebih produktif sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan. Literasi dari indvidu bisa melakukan perubahan dan mendorong ilmu pengetahuan serta perubahan perilaku individu.
"Misalnya literasi yang terkait upaya untuk bisa mendorong semangat kita terus bergerak mencapai kemajuan-kemajuan. Ini harus diikuti oleh ekosistem yang memungkinkan kita bergerak lebih komprehensif," katanya.
Sementara itu, Kepala Perpustakaan Universitas Negeri Malang Djoko Saryono menegaskan, perpustakaan harus mengambil tempat dan peran sebagai pusat gerakan penguatan literasi.
Karena, perpustakaan merupakan salah satu institusi yang telah menjadi ruang lahirnya literasi, merawat dan menjaga literasi di sepanjang sejarah pasang surut perpustakaan.
"Untuk itu, perpustakaan perlu memiliki desain induk penguatan literasi bagi transformasi bangsa selain harus mentransformasi diri," tegasnya.
Djoko berharap perpustakaan dapat menjadi ruang publik untuk berkegiatan. "Tidak hanya menyediakan buku, tetapi perpustakaan harus menjadi makerspace, ruang kreasi yang dapat dimanfaatkan masyarakat," harapnya.
Dalam kesempatan itu, hadir Owner Kampung Coklat asal Blitar, Kholid Mustofa, yang merupakan pengusaha sukses berkat memanfaatkan perpustakaan.
Kholid bercerita, berawal dari kegagalan ternak ayam petelur, dia mulai menekuni budidaya kakao di kebun keluarga dengan mendirikan kelompok tani Guyub Santoso. Kelompok tani ini semakin berkembang dan terbentuklah Gabungan Kelompok Tani bernama Gapoktan Guyub Santoso.
Kholid mengaku, mendapat pengetahuan tentang budidaya kako melalui literasi buku yang didapatkan dari kerja sama dengan UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno.
"Buku dari perpustakaan, setiap anggota Gapoktan lebih memahami cara berbisnis, budidaya kakao, serta produksi cokelat," katanya.
Saat ini, Kholid tidak hanya mengembangkan budidaya kakao saja, tetapi berkembang menjadi wisata edukasi kampung coklat yang memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang cokelat.
Â
Reportase: Wara Merdeka