Medan, Sumatera Utara—Perkembangan dunia digital memang telah masif. Teknologi merambah di hampir semua sektor kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Zaman konvensional kini perlahan ditanggalkan beralih ke zaman digital. Banyak diantaranya telah bertransformasi. Mesin cetak digantikan dengan teknologi digital. Pencarian yang dulunya dilakukan manual, mulai beralih ke mesin pencari (search engine). Penggunaan teks dan gambar kini digantikan dengan multimedia.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan populasi 262 juta penduduk ternyata memiliki populasi pengguna internet yang cukup besar, yakni sebesar 143,26 juta penduduk. Dari jumlah tersebut, lebih dari separuhnya (54,68 persen) sudah fasih menggunakan internet dan memanfaatkannya untuk mengakses sumber informasi. Namun, dari besaran persen teserbut, mayoritas masyarakat justru menggunakannya untuk bermedia sosial, seperti chatting (89.35 persen). Hanya 74.84 persen yang memakainya sebagai wadah pencari informasi.
“Sedangkan pemanfaatan internet untuk kepentingan pendidikan hanya 55,30 persen, salah satunya untuk aktivitas membaca. Artinya, masyarakat butuh terhadap bahan bacaan yang berkualitas dengan jumlah yang memadai yang rata-rata didominasi oleh para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan sarjana muda (S1) dan master (S2),†imbuh Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando saat menjadi narasumber pada seminar nasional “Peran Pustakawan dan Perpustakaan Dalam Mencegah Plagiarisme di Kalangan Civitas Akademika†yang berlangsung di Universitas Methodist Indonesia, Medan, Rabu, (8/7).
Lalu, dimanakah perpustakaan berperan memerangi plagiarisme? Plagiarisme tidak hanya terjadi di Indonesia. Di luar negeri pun banyak terjadi plagiarisme. Plagiarisme adalah pengambilan karangan atau pendapat orang lain dan kemudian disiarkan ataupun diakui sebagai pendapat atau karangan sendiri. "Satu-satunya cara menghindari perilaku plagiarisme adalah dengan banyak membaca. Tanpa membaca kita tidak punya ide atau gagasan yang ingin dituliskan," jelas Kepala Kepala Perpusnas.
Ada dua hal yang mengantarkan seseorang memiliki kemampuan kelas dunia, yakni kemampuan mengemukakan gagasan baru yang bersumber dari informasi yang dikumpulkan, serta kemampuan  menciptakan barang atau jasa yang sesuai dengan kemajuan zaman.
Perpustakaan adalah jantungnya perguruan tinggi. Tantangannya adalah bagaimana perguruan tinggi selaku institusi perkembangan dunia menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang diminati mahasiswa. "Kampus jangan hanya menjadi menara gading masyarakat. Mahasiswa juga perlu membekali dirinya dengan pengetahuan dari buku-buku life skill atau ilmu terapan sehingga ketika terjun ke masyarakat bisa langsung diterapkan dan dirasakan dampaknya,†tambahnya.
Perpustakaan kini telah mengalami perubahan paradigma. Perpustakaan tidak lagi berkutat pada pelayanan manual. Pengunjung bisa mencari jurnal atau referensi melalui data base yang ada. Pengembangan perpustakaan berbasis digital adalah upaya yang mesti dilakukan agar masyarakat mudah menjangkau koleksi yang diinginkan.
Dari situ kerangka pikir pengembangan perpustakaan disusun. Secara garis besar, parameter pembangunan perpustakaan mencakup pemerataan perpustakaan, kemudahan dan kecepatan akses, kualitas dan kuantitas koleksi, diversifikasi dan pemanfaatan layanan, serta kualitas dan kuantitas sumber daya pengelola perpustakaan.
Sasaran yang hendak dicapai dari upaya tersebut adalah membaiknya kualitas literasi di masyarakat. Dengan literasi yang memadai, masyarakat terdorong menelurkan banyak inovasi. Dari inovasi akan muncul suatu kreativitas sehingga masyarakat tergerak untuk berusaha, menciptakan kemandirian ekonomi yang pada akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan di masyarakat.
Perguruan tinggi adalah kawah candradimuka dalam menciptakan manusia-manusia unggul yang nantinya mampu menggerakkan inovasi dan kreatifitas di masyarakat. Lulusan perguruan tinggi di Indonesia terbukti tidak kalah dan mampu bersaing di pentas internasional bersama dengan lulusan para universitas terbaik di dunia, seperti Massachusetts Institute of Technology, Stanford University, Harvard, Cambridge, Oxford, ataupun University College di London. Â
Namun, kemajuan teknologi tetap memiliki celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum atau pihak yang ingin menarik keuntungan dengan cara pintas. Pada perpustakaan digital, misalnya file yang tersedia dalam bentuk digital bisa dengan mudah direplikasi lalu kemudian disebarkan. Data-data lain, seperti film, buku, maupun musik pun rawan pembajakan.
“Di sinilah peran Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjadi penting mengingat teknologi yang dipakai dalam menyalahgunakan setiap karya intelektual makin canggih. Artinya, siapapun kini tidak bisa lagi seenaknya meng-copy, mengedit dan mencetak tanpa seizin pemilik.â€
Mengikuti perkembangan konten digital, Perpusnas telah melengkapi dirinya dengan menyediakan aplikasi baca digital yang disebut iPusnas. iPusnas adalah aplikasi digital library yang menggabungkan fitur membaca buku digital dan wadah interaksi lewat fitur media sosial yang dapat diatur sedemikian rupa. iPusnas memuat tidak kurang dari 20 ribu judul buku digital dari seluruh terbitan dari penerbit ternama di Indonesia.
Dengan banyaknya koleksi buku digital—dan masih akan terus bertambah—masyarakat, termasuk kalangan civitas akademika disarankan tidak melakukan plagiarisme. Jika sumber yang diinginkan tidak ditemui dalam koleksi digital, masyarakat bisa mendatangi perpustakaan. Plagiarisme tidak dibenarkan apalagi di dalam dunia pendidikan tinggi. Teramat besar resiko yang ditanggung jika cara itu dilakukan.
Penggunaan aplikasi iPusnas juga mendukung pelestarian lingkungan karena konsep yang ditawarkan adalah produk buku digital. Masyarakat mudah mencari buku yang dibutuhkan tanpa mengeluarkan biaya. Koleksi buku digital dalam iPunas dapat diakses kapan dan dimana saja tanpa batas ruang dan waktu.
Selain aplikasi iPusnas, juga terdapat layanan e-resource yang disediakan Perpusnas. E-resource adalah layanan online untuk mengakses buku dan jurnal elektronik. Saat ini koleksi e-resources Perpusnas telah menghimpun lebih dari 2 milyar judul artikel jurnal. Dan masyarakat bisa mengakses dengan bebas dan gratis dengan terlebih dulu menjadi anggota Perpustakaan Nasional.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama Perpusnas juga melakukan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Universitas Methodist Indonesia. Penandatanganan dilakukan langsung oleh Kepala Perpusnas dan Rektor UMI Pantas Simanjuntak dan disaksikan Wakil Ketua Yayasan Gereja Methodist UMI Bastian Manurung.
Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan merupakan perguruan tinggi ke-146 di Indonesia yang melakukan kerjasama dengan Perpustakaan Nasional. Nota Kesempahaman yang ditandatangani kedua belah pihak melingkupi,
- Pengembangan sumber daya manusia di bidang perpustakaan
- Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
- Pengembangan pangkalan data Katalog Induk Nasional (KIN) dan repository Indonesia One Search (IOS)
- Pengembangan dan pemanfaatan bersama koleksi perpustakaan dalam bidang perpustakaan
- Penghimpunan dan pelestarian karya cetak dan karya rekam (KCKR)
- Perluasan jejaring perpustakaan di lingkup nasional dan internasional
 Â
 Reportase : Dewi Kartikasari dan Hartoyo Darmawan
Â