Salemba, Jakarta - UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, bertujuan antara lain untuk menumbuhkembangkan budaya literasi, menghasilkan buku bermutu, murah dan merata, serta mempromosikan kebudayaan nasional Indonesia. Di sisi lain, perpustakaan juga memainkan peran penting untuk mencerdaskan bangsa yakin dijadikan sebagai wadah belajar sepanjang hayat dalam mengembangkan potensi masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan konsistensi dalam melaksanakan gerakan gemar membaca untuk membangun SDM unggul.
“Kegiatan webinar ini merupakan salah satu langkah strategis yang terjalin antara Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) dan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang berbudaya literasi dan mendukung prioritas pembangunan nasional untuk menghasilkan SDM unggul,†ungkap Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca, Adin Bondar dalam Seminar Nasional GPMB dengan tema ‘Sejarah Gerakan, Peta dan Paradigma Literasi Indonesia: Perkembangan dan Pencapaian’, Selasa (27/10).
Lebih lanjut, Adin menegaskan bahwa Perpusnas akan terus mendorong dan memfasilitasi seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh GPMB yang ada di seluruh Indonesia. “Meskipun sedang berada dalam kondisi pandemi Covid-19, kita harus tetap produktif untuk membangun masyarakat gemar membaca. Dengan demikian diharapkan target Indonesia di tahun 2045 untuk menjadi negara maju yang didukung dengan masyarakat berkualitas dapat tercapai,†ujarnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menjelaskan bahwa tugas konstitusional pemerintah negara RI pada alinea 4 Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 antara lain melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Lebih lanjut, Hetifah mengatakan literasi adalah gerakan penting untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. “Komisi X DPR RI sangat berpihak untuk mendorong Perpusnas dalam membuat perencanaan yang baik, menjalin kolaborasi yang solid dengan instansi lain, dan meningkatkan pembinaan terhadap Taman Bacaan Masyarakat serta perpustakaan komunitas,†jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar FKIP Uiversitas Halu Oleo, Hanna mengungkapkan bahwa dewasa ini istilah literasi sangat populer dan sering disebut di berbagai kesempatan. Begitu pentingnya makna literasi, pemerintah melalui Perpusnas dan beberapa mitranya membuat sebuah gerakan khusus yang berkaitan dengan literasi.
“Al-quran mengenalkan literasi dengan Iqra’, artinya bacalah karena dengan membaca kita dapat melahirkan ide dan gagasan baru yang kreatif dan inovatif. Bahkan, 80-90% pengetahuan diperoleh dari membaca,†ucap Hanna.
Narasumber terakhir yakni Ketua II PP-GPMB, Herlina Mustikasari menjabarkan bahwa jejak literasi sudah terlihat di Indonesia pada tulisan yang ada di goa-goa bersejarah, daun lontar, bahkan kulit hewan. Selain itu terdapat pula relief cerita di candi-candi serta prasasti-prasasti dari abad V, VI, dan VII. Semenjak itu, literasi terus berkembang hingga saat ini sampai pada era digital dengan bentuk laman sastra, blogspot, e-book, a-magazine, e-news, web, dan seagainya.
Adapun tantangan yang harus dihadapi di era literasi digital menurut Herlina diantaranya tidak semua informasi di web memiliki kualitas yang sama, pengguna literasi digital memiliki pengetahuan, sadar data, dan kemampuan yang berbeda, terdapat pengikisan terhadap nilai warisan budaya, dan luasnya informasi di internet menimbulkan keengganan untuk berpikir secara mandiri.
“Sebenarnya masyarakat Indonesia sudah memiliki akar budaya literasi namun budaya baru lain membuat literasi tersingkir, untuk itu diperlukan gerakan atau program kerja dan strategi baru agar literasi kembali tumbuh. Ke depannya dengan adanya masyarakat yang berbudaya literasi maka hoaks akan sirna,†jelas Herlina.
Reporter: Basma Sartika