Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Ada sejumlah keinginan dan harapan yang hendak dicapai dari pertemuan bilateral antara Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dengan Perpustakaan Nasional RI pada Rabu, (20/2). Ketua Pengarah Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia Datok Abang Sallehudin bin Abg Shokeran mengatakan penawaran kerja sama ini muncul setelah pihaknya bertemu dan berdiskusi dengan Perdana Menteri Mahathir Muhammad. Dewan Bahasa dan Pustaka juga tertarik dengan cara yang ditempuh Perpustakaan Negara Malaysia (PNM) yang setiap tahun mengirimkan pegawainya untuk belajar soal preservasi.Â
Di hadapan Sekretaris Utama Perpusnas Sri Sumekar yang didampingi (Plt) Kepala Pusat Jasa dan Informasi Yahyono, dan Kepala Bidang Transformasi Digital Moh. Kodir, Datok Sallehudin mengatakan saat ini Dewan Bahasa dan Pustaka sudah tidak ada lagi yang mengkaji pernaskahan. Pihaknya berjanji akan memberikan insentif jika ada pustakawan atau filolog dari Perpusnas yang mau bersedia membantu.
"Kami ingin kerjasama terutama di bidang pernaskahan melayu bisa direalisasikan," imbuh Datok Sallehudin di hadapan Sekretaris Utama Perpusnas Sri Sumekar. Dewan Bahasa dan Pustaka menginginkan adanya kerja sama dalam aspek kajian, tukar menukar koleksi, penerbitan, alih bahasa, dan pertukaran pegawai (staff exchange).Â
Menanggapi niatan tersebut, Sestama Perpusnas mengatakan pihaknya akan melaporkan hal ini kepada Kepala Perpustakaan Nasional dan siap melanjutkan melalui kesepahaman (memorandum of understanding) antar kedua belah pihak. "Semangatnya harus saling menguntungkan (mutualisme)," tekan Sestama.
Perpusnas, diterangkan Sestama memiliki tidak kurang 11.800 naskah kuno dengan berbagai aksara, diantaranya Bugis, Sunda, Jawa, Makassar. Sebagian besar telah didigitalisasikan (alih media) agar mudah dibaca, dan dikaji oleh pemustaka maupun masyarakat. Salah satu naskah kuno termashyur, Negarakertagama, hasil peradaban yang dihasilkan pada jaman Kerajaan Majapahit, yang sempat dibawa oleh kolonial pada masa penjajahan Belanda akhirnya berhasil didapatkan kembali dan hingga kini terawat rapih di Perpusnas. Peristiwa tersebut terjadi pada era Presiden Soeharto dan Ratu Juliana (Belanda). Â
"Perpusnas sepakat bahwa semangat digitalisasi jangan dilakukan oleh pihak luar (asing) padahal naskah yang dikaji adalah naskah serumpun," tambah Sestama.
Reportase : Hartoyo Darmawan
Fotografer : Hartoyo DarmawanÂ