Jakarta - Dalam rangka menyempurnakan pedoman program literasi informasi untuk kesejahteraan, Perpustakaan Nasional RI menyelenggarakan focus group discussion (FGD). FGD meminta masukan untuk operasionalisasi program ini, dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, yakni pustakawan, akademisi, pegiat literasi, forum taman bacaan masyarakat, hingga umum.
Dalam FGD yang diselenggarakan secara daring, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Deni Kurniadi menyatakan literasi merupakan faktor penting dalam membangun pondasi yang kokoh bagi terwujudnya masyarakat yang berpengetahuan dan berkarakter. Untuk membangun masyarakat yang demikian, literasi harus dipahami secara luas yakni kemampuan kognitif individu dalam mengidentifikasi, memahami, dan mengintepretasikan informasi yang diperoleh untuk diterapkan dalam aktivitas yang bermanfaat secara sosial, ekonomi, dan kesejahteraan.
"Karenanya, literasi tidak hanya dimaknai sebagai kemampuan dalam membaca, menulis dan berhitung," jelasnya di Jakarta pada Senin (16/11/2020).
Deni memaparkan, pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 telah menetapkan arah kebijakan pembangunan jangka menengah salah satunya adalah meningkatkan literasi, inovasi, dan kreativitas bagi terwujudnya masyarakat yang berpengetahuan dan berkarakter. Ini meniadi bukti bahwa perpustakaan mempunyai peran dalam pembangunan nasional. “Dan tentu saja keberadaan perpustakaan diharapkan mampu meningkatkan budaya literasi,†tuturnya.
Pedoman ini diharapkan bisa menjadi acuan pustakawan, pegiat literasi, pengelola perpustakaan, dan perpustakaan di Indonesia dalam mengembangkan budaya kegemaran membaca melalui penguatan konten literasi, serta meningkatkan akses dan kualitas layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial. Sehingga melalui pedoman ini, perpustakaan di seluruh Indonesia mampu melakukan penilaian atas pencapaian literasi masyarakat.
Deni menegaskan, peningkatkan budaya literasi melibatkan peran pustakawan. Bahkan di sini, pustakawan memiliki peran sebagai agen perubahan masyarakat. Karenanya, pustakawan dituntut mampu mentransfer pengetahuan dan menjadikan masyarakat menjadi literat. Pustakawan didorong untuk melakukan monitoring dan evaluasi sehingga bisa menganalisis dengan data dan memberikan rekomendasi berupa perbaikan pelaksanaan kegiatan.
"Mentalitas manusia Indonesia harus diperkuat melalui perpustakaan, disiplin etos kemajuan, etika kerja, jujur, taat hukum, tekun, dan gigih adalah karakter dan nilai-nilai budaya dalam masyarakat. Mentalitas tersebut akan mampu berada di setiap individu manusia Indonesia salah satunya adalah peningkatan budaya literasi dan perpustakaan diharapkan mampu meningkatkan budaya literasi di masyarakat," pungkasnya.
Sementara itu, Tim Penyusun Pedoman Literasi Informasi untuk Kesejahteraan Asep Saeful Rohman menyatakan program literasi informasi untuk kesejahteraan diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga semakin sejahtera. Menurutnya, perpustakaan harus mampu menjadi elemen yang strategis dalam membangun keberdayaan masyarakat, mulai dari desa hingga seluruh wilayah Indonesia. “Semoga program ini bisa berlanjut, bisa menjadi program sepanjang masa. Sehingga harapannya seluruh masyarakat Indonesia bisa meningkat kesejahteraannya, perpustakaan hadir bersama-sama stakeholder yang lain dalam rangka membangun itu semua,†urainya.
Dosen Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran ini menyatakan pedoman ini disusun sejak Februari 2020. Draf pedoman disosialisasikan untuk mendapatkan tanggapan dari seluruh masyarakat. Dokumen strategis ini menjadi acuan bagi perpustakaan di Indonesia dalam pelaksanaan program literasi informasi untuk kesejahteraan.
Reporter: Hanna Meinita
Fotografer: Ahmad Kemal Nasution