Salemba, Jakarta—Industri 4.0 secara tidak langsung juga melahirkan generasi milenial. Generasi yang hidupnya tidak lepas dari teknologi. Generasi milenial dalam aktivitasnya akan mengalami perbedaan dari generasi sebelumnya. Bekal kesiapan menghadapi revolusi 4.0 bagi generasi milenial adalah dengan kemampuan literasi.
Nielsen Consumer dan Media View (CMV) pada kuartal II 2016 pernah melakukan survei di 11 kota di Indonesia terkait minat baca pada generasi milenial. Saat itu ada 17 ribu responden (usia 10-17 tahun). Hasilnya, mencengangkan bahwa minat baca anak-anak generasi milenial (gen- Z) tidak lebih dari 11%. Tertinggi yang diminati mereka adalah aktivitas olahraga dan menonton televisi.
Menurunnya faktor minat baca disampaikan anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa, pertama akibat belum adanya kebiasaan membaca yang ditanamkan para orang tua. Padahal peran orang tua amat penting untuk meningkatkan kemampuan literasi anak.
“Sebagian masih banyak yang menyepelekan kegiatan membaca. Baru sebatas hobi, belum menjadi kebiasaan,†urai Ledia pada Webinar ‘Menyiapkan Generasi Literasi Melalui Penguatan Kegemaran Membaca Era Milenial’ yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Barat, Jum’at, (16/10).
Ledia melanjutkan menurunnya minat baca juga disebabkan karena akses ke fasilitas pendidikan masih minim dan belum merata. Padahal di tengah kondisi pandemi saat ini, generasi milenial dipaksa belajar ala digital dengan segala keruwetan dan keterbatasannya.
Dan faktor terakhir adalah produksi buku yang masih kurang. Hal ini dipicu karena royalti yang diterima rendah, insentif bagi produsen buku yang belum adil sehingga berdampak pada belum berkembangnya penerbit.
Mengomentari karakter milenial Indonesia, Ledia melihatnya sebagai generasi yang memiliki percaya diri yang tinggi dan berani mengungkapkan pendapat di muka publik, berpikir out of the box, kaya akan gagasan, mudah bersosialisasi terutama dengan komunitasnya, dan cakap menguasai teknologi, terlebih di media sosial dan internet.
“Bagi generasi milenial, kemampuan berliterasi digital amat penting karena menjaga mereka untuk terus berpikir kreatif,†tambah Ledia.
Sementara itu, Duta Baca Provinsi Jawa Barat Salbia Salsabila Mulki memahami bahwa tugas mengajak orang untuk membiasakan membaca itu sulit. Contohnya, di dunia akademisi, kebiasaan membaca baru akan dilakukan ketika mendapat tugas kuliah.
“Istilahnya the power of kepepet,†Salsa berseloroh.
Salsa meyakin bahwa kemampuan literasi yang baik tidak sekedar baca dan tulis. Karena jika hanya kedua faktor yang menjadi parameter, maka tidak heran informasi yang masih sumir (hoaks) mudah diterima masyarakat.
Dara yang masih duduk di bangku kuliah ini pun menyarankan untuk bisa menjadi generasi yang literat, jalan satu-satunya adalah dengan gemar membaca. “Bangsa yang memiliki tingkat literasi yang tinggi akan menjadi bangsa yang disegani,†imbuh dara manis ini.
Untuk menyiapkan generasi literasi, perlu menggunakan pendekatan literasi yang milenial lakoni dalam keseharian, seperti memfasilitasi bahan bacaan yang sesuai dengan perkembangan zaman (relate), menyediakan bahan bacaan yang beragam dan diperlukan, melakukan ekspose berbagai aksi literasi dari berbagai pelosok negeri, serta memfasilitasi ruang-ruang diskusi.
“Literasi akan selalu menjadi pondasi kokoh kehidupan, meski berevolusi sejalan dengan perkembangan zaman,†ucap Salsa.
Narasumber lainnya, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Barat Ahmad Hadadi mengatakan untuk menghasilkan manusia yang berbudaya haruslah melek literasi. Upaya yang dibangun pihaknya demi mewujudkan SDM Juara Lahir Batin, pihaknya menyusun tiga langkah membangun generasi literasi.
Pertama, mencanangkan gerakan literasi sekolah sebagai upaya menumbuhkan budi pekerti siswa. Kedua, menunjuk Duta Baca sebagai simbol inspirasi terutama bagi kalangan remaja dan anak-anak sehingga memberikan efek kebanggaan serta citra baik terhadap perpustakaan. Dan ketiga, menggalakkan program West Java Leader’s Reading Challenge bekerja sama dengan The Crown in Right of the State of South Australia tentang dunia pendidikan. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan daya nalar siswa menjadi lebih baik melalui kegemaran membaca sehingga menumbuhkan karakter positif siswa.  Â
“Untuk program unggulan perpustakaan di Jawa Barat, kami memiliki ‘Candil’ kepanjangan Baca Dina Digital Library, semacam aplikasi buku digital, dan ‘Makan Jengkol’, kepanjangan dari Mari Antar Jemput Buku Dengan Kolaborasi. Program Makan Jengkol ini merupakan hasil kerja sama Dispusipda Jawa Barat dengan penyedia layanan antarjemput aplikasi, Grab,†imbuh Ahmad.
Â
Reportase : Hartoyo Darmawan, Wara Merdekawati, Rizki Agum Gumilar
Fotografer : Raditya Purnama