Seminar GPMB; Tanpa Membaca Manusia Akan Punah

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Tugu Tani, Jakarta—Satu hal yang menjadikan negara Singapura, Korea Selatan, dan Jepang maju adalah karena kekayaan sumber daya manusianya. Secara geografis sumber daya alam di tiga negara tersebut tidak lebih dari 10 persen. Namun, beragam teknologi canggih mampu mereka ciptakan dan mendunia. Semua itu tidak lepas dari kebiasaan  membaca.

Indonesia secara historis telah dikenal sebagai bangsa besar. Kemahsyuran Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 menunjukkan esksistensi Nusantara dalam persaingan kancah global. Saat itu, Indonesia tumbuh dengan budaya tutur/lisan. Banyak dongeng ataupun kisah-kisah masa lalu menemani tumbuh kembang dari generasi ke generasi.

Secara perlahan budaya baca mulai ditumbuhkan. Namun, di kala budaya baca belum ajeg dalam kebiasaan masyarakat, masyarakat diterpa oleh derasnya budaya audio visual. Saking kuatnya, nyaris setiap waktu masyarakat dilenakan dengan ragam tayangan yang seringkali buruk dan malah menjadi kebiasaan.

Belum selesai dengan terpaan budaya audio visual, masyarakat kembali disesaki dengan komunikasi media sosial yang timbul akibat teknologi internet. Masyarakat kian jauh dari aktivitas membaca.

Pergeseran budaya menyebabkan paradigma perpustakaan juga harus berubah menyesuiakan perkembangan jaman. Pun dengan kebiasaan membaca. Secanggih apapun teknologi diciptakan agar masyarakat mudah mengakses bahan bacaan seperti lewat perangkat handphone, gawai, maupun laptop, namun kebiasaan membaca secara konvensional masih diperlukan, terutama bagi masyarakat yang sulit secara transportasi dan jaringan fiber optik (internet).

Permasalahannya bukan pada minat baca yang rendah melainkan bahan bacaan yang tersedia yang masih kurang. Manusia yang tidak membaca akan membawa dirinya kepada jurang kepunahan,” jelas Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando saat membuka Seminar Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) di Jakarta, Kamis (19/9).

Buku mengajarkan deretan huruf, kata-kata, susunan kalimat, dan paragraf. Kebiasaan membaca mengantarkan manusia ke gerbang literasi.   Dari masyarakat yang literate akan muncul berbagai ide-ide, inovasi, mampu memaknai yang tersurat maupun tersirat dari suatu informasi, bahkan bukan tidak mungkin menghasilkan produk barang/jasa yang bermanfaat bagi kemaslahatan orang banyak. “Itulah esensi dari literasi yang menjadi trend negara-negara maju,” tambah Syarif Bando.

Di bidang pendidikan pun harus berbenah. Tidak sekedar mengajari murid bisa baca tulis tapi juga belajar berliterasi. Buku, sejatinya adalah ruang yang tidak membatasi. Lewat buku dan membaca manusia diajari untuk membuka diri terhadap perkembangan dunia dan segala problematika perkembangan yang sangat cepat. Perpustakaan Nasional senantiasa memberikan dukungan infrastruktur, koleksi, sampai perangkat soft/hard ware kepada setiap daerah yang memerlukan lewat sejumlah program dekonsentrasi maupun dana alokasi khusus (DAK).

Seminar Pembudayaan Kegemaran Membaca merupakan kegiatan yang strategis di bidang pembudayaan masyarakat gemar membaca. Ketua GPMB Bambang Supri Utomo mengharapkan pertemuan kali ini memberi dampak positif, yakni terbangunnya komitmen komponen pembangunan, antara lain mempercepat dan meningkatnya pembudayaan kegemaran membaca, khususnya untuk masyarakat pinggiran dan anak-anak; memperbaiki program terkait indeks minat baca/gemar membaca serta indeks literasi nasional; membangun wahana komunikasi dan informasi yang efektif.

Seminar menghadirkan nara sumber Kepala Perpusnas, aktivis literasi Gol A Gong, sutradara/penulis scenario film Danial Rifki, periset dan novelis Kirana Kejora, pegiat literasi musik Ferry Curtis, dan Dani Akhyar.

Reportase/Fotografer : Hartoyo Darmawan

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN