Jakarta—Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta, memiliki tradisi membaca yang kuat. Kecintaannya kepada buku dan membaca menjadikan Bung Hatta sebagai sosok dengan kekokohan keilmuan.
Dosen IAIN Bukittinggi, Silfia Hanani, menyatakan pemikiran Bung Hatta mengenai negara tentang bangsa berkemajuan, salah satunya adalah jaminan pendidikan yang berkualitas. Dia menyebut, pemikiran Bung Hatta lahir melalui data, teori, dan fakta yang matang. Menurutnya, hal ini diperoleh Bung Hatta melalui pendidikan tinggi yang ditempuhnya hingga ke Belanda. Pemikiran tersebut digunakan untuk kepentingan kemajuan bangsa.
“Bung Hatta itu kalau kita lihat tidak hanya suka dengan ekonomi baca, tetapi juga membaca buku politik, membaca buku sastra, ini luar biasa. Seorang tokoh bangsa yang luar biasa. Jadi ada kekokohan keilmuan yang dipelihara oleh Bung Hatta melalui tradisi hidupnya sebagai pembaca, sebagai orang yang memiliki kekuatan literasi,†ujarnya dalam webinar “Pemikiran dan Keteladanan Bung Hatta†yang diselenggarakan UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, pada Selasa (24/5/2022).
Penulis buku Bung Hatta dan Pendidikan Karakter ini menambahkan, saat ini, bangsa Indonesia seyogyanya meneladani pemikiran Bung Hatta. Semangat untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas harus melalui pendidikan. Bung Hatta, disebutnya, selama di Belanda tidak hanya berkutat dengan dunia akademik. Dia juga memikirkan nasib bangsa Indonesia ke depan, yang mana pemikirannya mengenai kebangsaan dan kemandirian ekonomi semakin matang.
“Pulang dari Belanda apa yang dikerjakan Bung Hatta? Apakah dia berbisnis? No. Apakah masuk totalitas secara politik? No. Tapi mengajarkan bangsanya untuk memiliki pengetahuan, seorang yang memiliki integritas sebagai seorang bangsa itu adalah orang yang terdidik, itu adalah bangsa yang menunjukkan ke depannya bangsa yang maju,†urainya.
Dia menambahkan, pemikiran Bung Hatta mengenai bangsa maju adalah antikolonial, mandiri secara ekonomi, kesatuan, antikorupsi, memiliki kedaulatan, dan pendidikan berkualitas.
Sementara itu, Wirnita Eska, dosen Universitas Bung Hatta, menambahkan Bung Hatta memiliki spektrum pemikiran dan kajian yang luas. Namun, pemikiran politik dan pemikiran ekonominya terlihat lebih menonjol. “Perhatian terhadap masalah pendidikan tidak kalah besarnya yang diberikan oleh Bung Hatta terhadap kita semua,†ungkapnya.
Dia menambahkan, Bung Hatta menyatakan bahwa rakyat berhak menerima pendidikan, baik dalam ilmu politik, masalah-masalah ekonomi dan sosial, supaya rakyat sadar atas hak dan harga dirinya. Pendidikan dibutuhkan karena akan memunculkan harga diri dan martabat.
Menukil dari Ahmad S. Fuady, Bung Hatta memandang pendidikan dengan mengutamakan akhlak, moral, dan karakter sebagai tujuan utama. Mengenai akhlak, dia menilai, Bung Hatta memiliki sikap dan perilaku hidup keseharian yang selaras antara kata dan perbuatan. Sikapnya selalu tegas dalam mempertahankan keputusan, dan tidak gegabah tetapi berani dan konsisten.
Secara moral, Bung Hatta memberikan teladan menghargai orang lain, bahkan terhadap orang kecil yang sering diremehkan, termasuk dengan orang-orang yang bekerja kepadanya. Dia menambahkan, harkat dan martabat akan timbul apabila kita menghargai orang lain dan diri sendiri.
Dia mencontohkan, saat dibuang di Boven Digoel, Papua, Bung Hatta pernah ditawari pilihan bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dan berpeluang dikirim pulang ke daerah asal atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura dan tiada harapan dipulangkan ke daerah asal. Namun Bung Hatta menolak tawaran bekerja.
“Biasanya kita kebanyakan ya, ketika ada tawaran begitu, pasti memikirkan diri sendiri dan lupa dengan harkat dan martabat. Akan meng-ok-kan dan itu banyak terjadi di mana-mana dan kita banyak tahu dengan kemajuan teknologi sekarang yang sangat mengekspos,†tukasnya.
Secara fisik, Bung Hatta tidak melakukan pemberontakan. Namun hal ini dilakukan melalui pemikiran, dan hal inilah yang dicemaskan oleh Belanda. Bung Hatta peduli kepada rakyat kecil dan ini yang mendorong Bung Hatta untuk mempelopori gerakan koperasi yang prinsipnya memperbaiki nasib golongan miskin dan kelompok ekonomi lemah.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bukittinggi, Melfi Abra, mengungkapkan membaca merupakan budaya dalam keluarga Bung Hatta. Dikaitkan dengan masa kini, membaca yang merupakan salah satu unsur literasi dasar, menjadi hal yang patut diteladani dari Bung Hatta. Bung Hatta, menurutnya, dengan literasi yang dikuasai mampu menjadi tokoh bangsa.
“Bayangkan seandainya generasi kita memakai literasi dasar itu secara maksimal, apa yang akan terjadi nanti Indonesia emas, 100 tahun Indonesia merdeka? Kita rawat warisan beliau, maka bayangkan seperti apa bangsa kita kalau berhasil,†jelasnya.
Sementara itu, Kepala UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, Nur Karim, mengungkapkan webinar diselenggarakan dalam rangka peringatan HUT ke-42 Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas). UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Perpusnas, mengambil bagian yang tidak kalah pentingnya dalam menumbuhkan kegemaran membaca dan meningkatkan literasi masyarakat.
“UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta diresmikan pada 21 September 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah terbitnya Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional No. 2 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, maka pada tahun 2013 dimulai babak baru pelaksanaan tugas dan wewenang UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta,†pungkasnya.
Reporter: Hanna Meinita