Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Era disrupsi menjadikan dunia serba digital. Platform media pun ikut berubah. Di tengah pandemi Covid-19 yang nyaris menimpa seluruh negara di dunia memaksa manusia harus melek digital karena aturan atau protokol keseharian semuanya bersentuhan dengan teknologi. Manusia beralih dari dunia offline menuju online.
Ambil contoh, seminar yang diselenggarakan via daring atau populer disebut webinar kini bisa diikuti ribuan orang tanpa harus bertatap muka langsung. Rekrutmen bisa dilakukan secara virtual. Aktivitas bekerja juga bisa dilakukan dari rumah dengan menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.
Kecanggihan teknologi yang diciptakan manusia berawal dari kemampuan literasi. Teknologi juga yang memungkinkan terjadinya proses diseminasi informasi sehingga semuanya menjadi lebih mudah diperoleh dalam waktu singkat. Medium pembelajaran manusia yang tadinya baru beralih ke digital (going digital) malah makin digital.
“Di media massa jelas. Perlahan-lahan masyarakat mulai meninggalkan TV secara konvensional. Anak-anak milenial sudah jarang menonton TV. Mereka lebih suka menyaksikan dan mendapatkan informasi melalui media sosial, seperti Twitter, Instagram. Saluran YouTube kini lebih digemari dibandingkan TV,†urai praktisi media, Helmi Yahya, saat menjadi nara sumber Webinar ‘Bangkit Dari Pandemi Dengan Literasi, pada Rabu, (17/6).
Para pegiat literasi, menurut Helmi Yahya, harus merubah mindset. Informasi kini tidak saja disampaikan melalui buku (printing media) tetapi sekarang sangat digital. Semakin praktis karena bisa diperoleh dengan murah, sepanjang tersedia wi-fi atau jaringan internet. Bisa didapatkan anytime anywhere, asalkan terkoneksi.
Dunia pertelevisian mulai kehilangan pamor dan audiens setianya karena sekarang sudah going digital. Di Korea Selatan, misalnya golongan kolonial (orang tua) pun sudah piawai bermain YouTube. Masyarakat dianggap sudah tidak menyukai hiburan yang berdurasi panjang. Berita pun tidak lagi bisa disajikan lama.
Sepanjang karir di dunia pertelevisian, Helmi Yahya saat ini memiliki channel YouTube ‘Helmy Yahya Bicara’. “Biasanya, YouTuber itu para anak muda, tetapi saya punya media dimana saya bisa mengedukasi bangsa, menginspirasi bangsa, memberikan informasi dan pengetahuan dari keahlian selama ini. Bahkan disini saya mendapatkan kebebasan berekspresi tetapi ada monetizingnya (penghasilan) yang cukup luar biasa,†ucap Helmi.
Banyak selebriti Tanah Air yang mampu meraup penghasilan sampai miliaran rupiah hanya bermodalkan channel YouTube dengan jutaan penonton.
“Jadi, saat ini masyarakat Indonesia sudah shiftting dari budaya membaca ke budaya melihat. Kalau kita menggunakan medsos, seperti Twitter, Facebook, Instagram, saya ingin memberitahu bahwa gambar yang bergerak atau video akan lebih tinggi responnya daripada still foto. Dan foto itu jauh lebih akan direspon daripada hanya sekedar teks,†pesan Helmi.
Media yang paling efektif saat ini adalah audio visual. Oleh karena itu, banyak yang menggunakan YouTube sebagai sarana berkomunikasi daripada sekedar berbagi foto apalagi hanya teks.
“Pesan saya, perpustakaan tidak lagi fokus hanya buku-buku printing, tetapi buku digital (e-book) yang bisa diakses dari manapun. Apalagi di tengah pandemi, aktivitas peminjaman buku tidak lagi harus datang ke perpustakaan tetapi bisa secara digital,†kata Helmi.