Badung, Bali - Membangun desa melalui literasi adalah investasi terbesar untuk masa depan. Hal ini diungkapkan oleh Pegiat Literasi Deby Lukito Goeyardi dalam Rapat Kerja Pusat (Rakerpus) XXV dan Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di Hotel Four Points, Badung, Bali pada Senin (8/7/2024).
Deby menekankan pentingnya 5K dalam menggerakkan literasi desa: komunikasi, kolaborasi, kreativitas, ketahanan mental, dan komitmen. “Tanpa kolaborasi, upaya yang dilakukan tidak akan berkesinambungan, sementara komunikasi yang baik akan menghasilkan transfer pengetahuan yang baik pula,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, ketahanan mental juga penting karena literasi bersifat kerelawanan. “Dengan penerapan yang tepat di perpustakaan desa, akan tercipta jaringan yang baik dan luas. Komitmen juga diperlukan agar upaya yang dilakukan dapat terwujud sepenuhnya,” tuturnya.
Bagi Deby, perpustakaan harus menarik dan relevan dengan minat pembaca. Bahkan ia mengakui, program penguatan budaya baca dan literasi dari Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), seperti pengiriman 1.000 judul buku ke setiap perpustakaan desa/kelurahan dan TBM tersebut bisa berdampak positif.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas RI Adin Bondar menyoroti pentingnya peningkatan literasi keluarga dan gerakan literasi desa dalam menghadapi Indonesia Emas 2045.
Ia memaparkan, berdasarkan UU Perlindungan Anak Pasal 59, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta memerlukan perlindungan khusus. “Indikator keberhasilan tersebut meliputi persentase anak berusia 5-17 tahun yang mengunjungi perpustakaan atau memanfaatkan taman bacaan masyarakat,” paparnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Perpusnas telah mengembangkan model alur broadcast message dan kecerdasan buatan untuk kelompok target literasi keluarga, mulai dari calon pasangan, menikah, hingga memiliki anak.
Dalam hal ini, Adin menyisipkan peran pustakawan juga sangat penting. “Pustakawan memiliki peran sebanyak 70% dalam transfer pengetahuan ke masyarakat untuk meningkatkan keterampilan hidup.
Urgensitas kepustakawan erat dengan urusan perpustakaan dan hal ini didukung oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri pada Kementerian Dalam Negeri RI Yusharto Huntoyungo. Ia menegaskan bahwa eksistensi kelembagaan perpustakaan telah diatur oleh UU No 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya dalam urusan perpustakaan.
“Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan kegemaran membaca masyarakat dari 52,92 di tahun 2018 menjadi 71,3 pada tahun 2024, serta terus bekerja untuk melampaui target tersebut guna meningkatkan minat baca di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Ia melanjutkan, dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja dan Daerah (APBD) tahun anggaran 2024, pemerintah daerah diwajibkan menyediakan alokasi untuk pengembangan perpustakaan, pembudayaan gemar membaca, serta pelestarian dan pengembangan warisan dokumenter budaya bangsa.
“Namun, berbagai tantangan masih dihadapi, seperti keterbatasan bahan bacaan yang sesuai dengan minat pembaca, dan standar fasilitas perpustakaan yang belum seragam. Oleh karena itu, saya berharap lebih banyak pustakawan di Indonesia yang berinovasi,” harapnya.
Tantangan demikian juga dirasakan oleh Sastrawan Made Adnyana Ole. Ia mengisahkan pentingnya perpustakaan dalam pengembangan sastra dan literasi di Bali. “Sayangnya, beberapa kebijakan pemerintahan Bali yang kontroversial telah menutup perpustakaan sejak 2022, dan sekarang menyulitkan peningkatan literasi di daerah asli saya ini,” ujarnya. Ia berharap perpustakaan desa/kelurahan dan TBM di Bali dapat dimasifkan kembali.
Menanggapi tantangan tersebut, Bunda Literasi Kabupaten Sambas Yunisa mendukung Kepala Desa Tengguli M Daud untuk mengemukakan berbagai inovasi di daerah mereka. Yunisa berfokus pada program inovasi 1000 perpustakaan di Kabupaten Sambas, kemudian Daud menginisiasi perpustakaan terapung "Sarana Ilmu" di Desa Tengguli, Sajad, Sambas, Kalimantan Barat.
Daud membenarkan, keberhasilan perpustakaan ini didukung oleh kolaborasi dengan berbagai pihak dan dukungan dana desa. “Kami bersyukur tahun ini, kami mendapat dukungan dana penuh dari dana desa. Kami tahu Kemendes berkolaborasi dengan Perpusnas untuk mewujudkan literasi di desa,” pengakuannya.
Dengan berbagai upaya, ia berharap perpustakaan dapat menjadi pusat komunitas yang berdaya guna, serta literasi keluarga dan desa dapat menjadi investasi besar bagi masa depan Indonesia.
Reporter: Alditta Khoirun Nisa
Dokumentasi: Prakas Agrestian / Kemal Ahmad