Jakarta—Kabupaten Batang Hari memiliki gedung baru layanan perpustakaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) subbidang perpustakaan.
Pembangunan gedung tiga lantai tersebut dikucurkan pemerintah pusat pada tahun anggaran 2021 sebesar Rp10 miliar. Peresmian gedung dilakukan oleh Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), Deni Kurniadi, dan Bupati Batang Hari, Muhammad Fadhil Arief, di Kabupaten Batang Hari, Jambi, Kamis (7/7/2022). Peresmian dirangkaikan dengan penandatanganan nota kesepakatan antara Perpusnas dan Pemkab Batang Hari, serta nota kesepahaman antara Perpusnas dan STIE Graha Karya serta STIP Graha Karya. Selain itu, diselenggarakan talk show Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat.
Deputi Deni menyatakan, unsur pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi kegiatan warga negara Indonesia, termasuk tersedianya perpustakaan. Perpustakaan sendiri mempunyai posisi yang sangat strategis di dalam mewujudkan masyarakat pembelajar. Pasalnya, perpustakaan bertugas mengumpulkan, mengelola, menyediakan rekaman pengetahuan untuk dibaca dan dipelajari oleh masyarakat.
“Dan melalui perpustakaan, masyarakat dapat mengakses pengetahuan yang mereka butuhkan, di mana perpustakaan dapat dikatakan menjadi sarana dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,†jelasnya usai peresmian.
Saat ini, perpustakaan didorong untuk memberikan manfaat dalam kehidupan masyarakat melalui program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Perpustakaan berperan dalam menyejahterakan masyarakat melalui koleksi yang diberdayagunakan di perpustakaan. Mengusung tagline, literasi untuk kesejahteraan, program transformasi perpustakaan sudah diampu oleh 34 provinsi, lebih dari 300 dinas perpustakaan kabupaten/kota, dan 3.000 desa di Indonesia.
“Hal ini untuk mendukung arahan penting Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam membangun sumber daya manusia unggul untuk mewujudkan Indonesia Maju, di mana visi pembangunan Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,†urainya.
Dia menegaskan, literasi menjadi fondasi yang kokoh dalam membentuk cognitive skill, kepekaan sosial, serta produktivitas. Kekinian, Perpusnas mengembangkan lima tingkatan literasi. Pada tingkatan tertinggi yakni tingkatan kelima, literasi memiliki makna bahwa individu yang berliterasi mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diimplementasikan untuk menciptakan barang dan jasa yang dapat digunakan dalam kompetisi global.
“Literasi sangat dibutuhkan agar Indonesia tidak lagi menjadi pasar dari negara-negara maju. Tentu saja bangsa yang maju tidak semata membangun terpaku pada modal sumber daya alam melainkan sumber daya manusia yang literat, yang secara berkesinambungan dibutuhkan dalam pengembangan iptek,†tandasnya.
Usai peresmian, Bupati Fadhil menyampaikan terima kasih kepada Kepala Perpusnas. Kini, kabupatennya memiliki gedung perpustakaan dan sudah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk mengisi kelengkapan Perpusnas, dia berharap tambahan bantuan dari Perpusnas.
“Tapi tentunya dari hasil peninjauan, masih banyak yang perlu kita sempurnakan. Kalau masih ada yang mau dibantu, ya terima kasih karena banyak keterbatasan-keterbatasan dari kekuatan fiskal Kabupaten Batanghari,†ungkapnya.
Dia mengajak seluruh elemen untuk meningkatkan literasi masyarakat Kabupaten Batang Hari. Menurutnya, kesuksesan dapat diraih apabila individu mau meningkatkan kemampuan literasinya.
“Salah satu indikator orang yang membaca dengan baik adalah dia tidak bisa dibodohi orang lain, dia tidak bisa ditipu orang lain, dia tidak bisa dimanipulasi orang lain, dan dia tidak akan percaya dengan fitnah, hoaks, karena dia punya informasi yang utuh terhadap suatu hal,†tukasnya.
Dia menyebut, profesi utama masyarakat Kabupaten Batang Hari adalah pekerja perkebunan. Kabupaten yang berada di Provinsi Jambi ini merupakan penghasil kelapa sawit. Untuk itu, dia mendorong agar para petani, khususnya kelapa sawit, meningkatkan pengetahuannya.
“Dengan pengetahuan, petani hidupnya lebih mudah, dia tahu cara merawat tanaman yang baik. Di sini, produktivitas perkebunan kita, khususnya kelapa sawit, masih sangat rendah,†ujarnya.
Dikhususkan produktivitas petani swadaya kebun kelapa sawit di Kabupaten Batang Hari, yang disebutnya masih rendah. Setiap bulan, petani swadaya menghasilkan tujuh kuintal per hektare per bulan. Hal ini masih jauh dari kondisi ideal yakni tiga ton per hektare per bulan yang justru dinikmati oleh perusahaan besar.
“Di mana masalahnya? Pengetahuan petani kita tidak cukup komprehensif. Dia tidak tahu bagaimana memilih bibit yang baik. Bagaimana cara menanam yang baik, bagaimana membersihkan lahan yang baik, bagaimana membuat pupuk menjadi efektif dan efisien,†katanya.
Untuk itu, dia mengajak semua pihak agar menggerakkan literasi. Dia mendorong para pegawai pemerintah agar bergerak lebih dulu. Secara khusus dia meminta dinas perpustakaan agar membuat perpustakaan menjadi tempat yang menarik, melalui kegiatan yang kekinian, sehingga masyarakat mau datang berkunjung.
Sementara itu, Lektor Kepala Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, Mursalin, mengungkapkan Indonesia merupakan eksportir terbesar minyak kelapa sawit. Dia menyebut, minyak kelapa sawit memiliki potensi nilai ekonomi yang besar. Namun, yang banyak diproduksi di Indonesia justru yang nilainya secara ekonomi paling rendah yakni CPO dan PKO.
“Yang paling sedikit diproduksi tapi nilainya paling tinggi dengan harga paling tinggi itu adalah produk turunan sawit untuk dijadikan bahan kosmetik,†jelasnya.
Pada 2045, Indonesia menargetkan menjadi pusat produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia sehingga mampu menjadi penentu harga CPO global.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI, Tokyo, Jepang, Yusli Wardiatno, menjelaskan literasi sangat berperan penting terhadap kemajuan sebuah negara. Dia menjelaskan, Jepang dikenal sebagai negara dengan literasi yang baik.
“Penelitian OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) terhadap 166.000 orang partisipan dari total 24 negara di dunia dengan rentang usia 16-65 tahun menyimpulkan bahwa orang dewasa Jepang memiliki kemampuan lebih dalam mengolah informasi dan mencari teks-teks padat dibanding orang-orang yang berasal dari negara lain,†ujarnya.
Budaya membaca di Jepang, menurutnya, dibangun sejak usia dini. Hal ini dilakukan oleh seluruh unsur masyarakat, mulai dari orang tua, sekolah, penulis atau penerjemah, penerbit buku, hingga pemerintah. Anak di Jepang mengenal buku sejak lahir. Pemerintah setempat memiliki program memberikan hadiah buku kepada anak yang baru lahir. Buku dibagikan kepada ibu yang mengantar anaknya untuk imunisasi pertama.
“Jepang mulai pergerakan literasi sejak abad 17. Sekitar tahun 1830-1844 Terakoya sudah berkembang di seluruh Jepang, dan pada awal Meiji atau tahun 1868, jumlahnya lebih dari 15.000. Terakoya adalah tempat anak-anak masyarakat biasa, belajar membaca, menulis, dan berhitung,†pungkasnya.
Hasilnya, pada 1913, Jepang berhasil menjadi salah satu produsen buku terbesar di dunia. Dia menilai, Indonesia memiliki potensi untuk menyukseskan literasi masyarakat. Pasalnya, Indonesia memiliki 164.610 perpustakaan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Jepang yang memiliki 3.360 gedung perpustakaan.
Reporter: Hanna Meinita
Fotografer: Ahmad Kemal Nasution