Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI terus mendorong para penerbit maupun produsen karya rekam untuk menyerahkan karyanya ke Perpusnas maupun Perpustakaan Provinsi. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SS KCKR).
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan, dengan adanya UU Nomor 13 Tahun 2018 menandakan negara hadir untuk memfasilitasi individu yang memiliki minat, bakat, dan berkecimpung di dunia penerbitan, penulisan, karya rekam dan karya cetak. Karena masyarakat Indonesia butuh karya-karya terbaik bangsa yang akan merubah nasibnya di masa yang akan datang.
"Terlepas dari gelar-gelar yang dikeluarkan di akademik, tanpa pengusaha karya cetak, karya rekam, bangsa ini akan stagnan pada ilmu yang pernah kita capai di masa lampau," ungkap Syarif dalam Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SS KCKR dan PP 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2018 tentang SS KCKR, di hotel Arya Duta Jakarta, Senin (8/11/2021).
Syarif mengatakan, Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang dapat diperhitungkan di kancah global jika masyarakatnya cerdas. Bagaimana agar cerdas? Masyarakat harus banyak membaca. Dan untuk membuatnya banyak baca, maka harus banyak menyediakan bahan bacaan.
Menurut sensus perpustakaan pada tahun 2019, rasio buku dan jumlah penduduk di Indonesia yakni 1 buku ditunggu 90 orang. "Bila sesuai dengan standar Unesco, tiga buku baru tiap orang tiap tahunnya, maka Indonesia butuh 400 juta tiap tahunnya. Untuk mewujudkan itu tentu diperlukan adanya strategi," lanjutnya.
Syarif menjelaskan, perlu adanya sinergi antara penulis, penerbit dan juga pemerintah daerah setempat. Salah satunya, melalui beli putus buku.
Sementara itu, Pustakawan Ahli Utama Perpusnas, Subeti Makdriani mengatakan, Undang-undang nomor 13 Tahun 2018 tentang SS KCKR merupakan revisi dari Undang-undang nomor 40 Tahun 1990. Revisi dilakukan karena penyerahaan dan penyimpanan KCKR belum maksimal dilakukan, kesadaran pelaksana serah masih minim, karya masih terbatas dan belum mengakomodasi perkembangan teknologi, serta penerapan sanksi belum efektif.
"Dalam Undang-undang yang baru ini, mengajak bukan hanya pemerintah tetapi semua masyarakat diajak untuk merasa memiliki, ikut bangga dan bertanggung jawab untuk semua karya intelektual," ungkap dia.
Subeti menjelaskan, pentingnya pelaksanaan SS KCKR untuk mewujudkan koleksi nasional dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa. Selain itu, guna menyelamatkan KCKR dari ancaman bahaya. "Apalagi Indonesia berada di ring of fire, tentu ini dapat menyelamatkan KCKR dari bencana yang sering terjadi. Seperti banjir, gempa, dan sebagainya," jelasnya.
Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, Tatat Kurniawati menjelaskan mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang SS KCKR.
Dikatakan, bentuk karya yang diserahkan, diantaranya buku, terbitan berkala, kartografi, rekaman suara dan video analog. "Mengikuti perkembangan jaman, dalam peraturan ini juga mengatur bentuk karya dalam bentuk elektronik atau digital. Mengenai cara penyerahan, dapat dilakukan secara langsung, atau pun melalui pengiriman," katanya.
Tatat menegaskan, KCKR yang telah diserahkan kepada Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi menjadi barang milik negara atau barang milik daerah. "Namun, Hak Cipta atas KCKR yang telah diserahkan, tidak berubah kepemilikannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tegasnya.
Â
Reportase: Wara Merdeka
Fotografer: Ahmad Kemal