Medan Merdeka Selatan, Jakarta – Ketua Forum Diskusi Tematik dan Seminar Kemaritiman Laksma TNI (Purn) Bonar Simangunong membuka resmi diskusi bertemakan “Laut Masa Depan Kita” di Ruang Teater Perpusnas di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa, (20/2). Diskusi dihadiri oleh pakar-pakar kemaritiman maupun praktisi kemaritiman.
Bonar mengatakan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang dua pertiga bagiannya merupakan lautan memiliki potensi laut yang melimpah diantaranya, sumber daya ikan, pertambangan dan mineral, transportasi laut, wisata bahari dan masih banyak lagi. Indonesia memiliki luas yurisdiksi laut sekitar 3,2 juta km2, zona ekonomi ekslusif (ZEE) seluas 2,9 juta km2 dan sebaran 17.508 pulau. Dengan luas wilayah tersebut, laut Indonesia menyimpan potensi sumber daya ikan yang sangat besar, yakni sebesar 6,4 juta ton per tahun ikan tangkap, potensi budidaya ikan sebesar 58 juta ton dan 263 jenis ikan hias.
Pertambangan wilayah bahari Nusantara juga memiliki potensi besar, 70% diantaranya terdapat di kawasan laut, dan 40% berada di cekungan lepas pantai dan pesisir. Ketersediaan garam juga sangat banyak, yakni seluas 27.000 hektar. Sebagai negara maritim industri perkapalan Indonesia juga maju. Pariwisata bahari juga masih terbuka luas untuk dikelola dengan baik karena Indonesia memiliki pemandangan yang indah, beragam jenis terumbu karang yang indah.
Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando yang menjadi salah satu narasumber diskusi mengajak peran aktif masyarakat memanfaatkan perpustakaan sebagai media inspirasi dalam menggali ide dan gagasan yang mencerdaskan bangsa. “Buku adalah benda mati. Dia akan menjadi 'hidup' jika diseminarkan dalam forum-forum luas, ujar Muhammad Syarif Bando.
Esensi perpustakaan, ungkap Kepala Perpusnas, adalah institusi tempat berlangsungnya peradaban manusia. Bukan sebagai tumpukan ataupun deretan buku yang dibiarkan usang tanpa disentuh orang. Perpustakaan juga bukanlah institusi birokrat melainkan lembaga yang melayani kebutuhan informasi dan pengetahuan bagi semua manusia. Dalam manifesto UNESCO sudah ditetapkan bahwa perpustakaan merupakan benteng demokrasi terakhir untuk memenuhi rasa keadilan dalam konteks penyebarluasan ilmu pengetahuan dari generasi ke generasi. Forum diskusi kemaritiman yang diselenggarakan merupakan contoh bagaimana perpustakaan telah mengubah paradigmanya. Perpustakaan tidak boleh bisu, tiap hari harus ada tema-tema tertentu yang diangkat. Bukan lagi sekedar gudang buku.
Paradigma perpustakaan yang berubah dibuktikan dimana saat ini sebagian besar perpustakaan telah dilengkapi dengan fasilitas teknologi informasi yang memadai sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat dimanapun berada. Akses internet dibuka seluas-luasnya hingga ke pelosok Nusantara. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang mengatakan perpustakaan adalah institusi masa depan yang dipersembahkan oleh pemerintah kepada seluruh masyarakat. Masyarakat dijamin kemudahan untuk memperoleh segala bentuk informasi maupun pengetahuan yang sesuai dengan keahliannya ataupun kompetensinya.
Peran perpustakaan yang mampu menerangi kegelapan dunia dengan cahaya ilmu pengetahuan juga harus diikuti dengan kompetensi pustakawan sebagai pengelola perpustakaan. Profesi pustakawan diakui Kepala Perpusnas mau tidak mau juga harus mengenal ilmu tentang kelautan ataupun kemaritiman. "Berbeda dengan profesor yang kepakarannya telah teruji pada satu bidang ilmu saja, imbuhnya.
Dalam penutupnya, Laksma TNI (Pur) Bonar Simangunsong menyimpulkan bahwa laut menjadi Ruang Hidup dan Ruang Juang bagi rakyat sesuai visi Indonesia dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang RPJPN “Indonesia menjadi Negara Maritim yang mandiri, maju, kuat dan berlandaskan kepentingan nasional”.
Reportase : Arwan Subakti