Literasi Hasilkan SDM Berbudaya dan Berkarakter

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Bantul, DIY – Literasi menjadi salah pintu bagaimana Sumber Daya Manusia (SDM) yang berbudaya dan berkarakter diciptakan.

Tahun 2030-2040 diprediksi bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi sekaligus menjadi tuntutan dan tantangan generasi bangsa ke depan. Hal ini mengakibatkan setidaknya lima tahun ke depan akan menjadi prioritas pemerintah untuk meningkatkan SDM yang dinamis, kreatif, inovatif, terampil, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Kelak generasi bangsa selanjutnya mampu menjadi sosok yang mampu bersaing dan memajukan negeri, sekaligus menjadi awal pembentukan calon pemimpin hebat Indonesia di masa depan.

“Yang selalu menjadi harapan pemerintah saat ini adalah masyarakat Indonesia memiliki kemampuan untuk menciptakan barang dan jasa yang bermutu serta mampu dimanfaatkan dalam kompetisi global,” ungkap Syarif Bando saat memberi sambutan pada kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat di Kabupaten Bantul dengan tema “Penguatan Peran Sisi Hulu Guna Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat” yang diselenggarakan secara hybrid, Senin (15/11/2021).

Menurutnya perpustakaan dan pustakawan masih dibutuhkan di era digital, namun untuk tetap mempertahankan pemustaka dan pengguna perpustakaan dibutuhkan layanan yang penuh inovasi dan kreativitas.

“Penting sekali bagi kita untuk masuk ke dalam transformasi digital dan ini menjadi komitmen kita bersama,” tegasnya.

Sementara itu Anggota Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, menerangkan bahwa prioritas pemerintah pada RPJMN 2020-2024 telah menitikberatkan pada pembangunan SDM. Guna mendapatkan SDM berkualitas dan berdaya saing dibutuhkan upaya untuk membangun manusia berkarakter melalui penguatan budaya literasi.

“Literasi punya kontribusi yang sangat positif tentunya dalam rangka membangun kreativitas dan juga inovasi. Selain itu juga untuk meningkatkan keterampilan dan kecakapan sosial yang mana sangat diperlukan di era 4.0 saat ini,” ujar Esti.

Komisi X DPR RI dalam hal ini mendorong Perpusnas untuk memanfaatkan secara maksimal pola perilaku masyarakat dalam menggunakan internet. Caranya yakni dengan menyediakan konten kreatif berisi motivasi untuk membudayakan membaca secara berkelanjutan dan menyediakan koleksi buku digital. Dengan demikian indeks literasi Indonesia dapat meningkat.

“Perpustakaan yang hadir secara fisik dengan buku-bukunya itu jauh lebih baik karena kita punya kewajiban tidak hanya mencerdaskan kehidupan bangsa namun juga dalam hal membangun karakter anak bangsa melalui interaksi sosial,” jelasnya.

Akan tetapi, lanjut Esti, kehadiran perpustakaan digital dapat berperan untuk memperkuat upaya yang sedang dilakukan dalam meningkatkan indeks literasi.  

Lebih lanjut Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menambahkan bahwa literasi bukan hal yang bisa dipandang sebelah mata. Rendahnya indeks literasi suatu bangsa menjadikan masyarakatnya mudah tersulut oleh hoax, sehingga seluruh perbaikan yang dilakukan guna meningkatkan indeks literasi harus menjadi gerakan nasional.

“Tindakan klarifikasi adalah salah satu bagian dari gerakan literasi. Kalau ada berita apapun itu harus kita cari sumber yang tepat dan akurat, jangan dimakan mentah-mentah,” terang Abdul.

Negara-negara Skandinavia seperti Norwegia dan Swedia merupakan negara dengan tingkat kemakmuran dan kebahagiaan masyarakat tertinggi di dunia. Salah satu penyebabnya adalah tingkat literasi yang tinggi, sehingga mampu membuat masyarakatnya hidup damai berdampingan.

“Berita yang meragukan itu ya harus dicari tahu sumbernya. Klarifikasi adalah sikap kita dalam mengembangkan literasi untuk menuju hidup yang lebih bermanfaat, damai, dan bahagia,” pesannya.

Bunda Literasi Kabupaten Bantul, Emi Masruroh, menyatakan bahwa posisinya sebagai Bunda Literasi sekaligus sebagai Ketua Tim Penggerak PKK sangat strategis untuk mengolah kegiatan literasi berdasarkan peran individu dalam masyarakat.

“Saya termotivasi untuk nanti berkoordinasi dengan ibu-ibu penggerak PKK se-Kabupaten Bantul untuk menyelipkan kegiatan literasi di posyandu yang ada di tiap kelurahan. Tidak selalu berbentuk membaca buku saja, tapi juga tentang bagaimana mengurus anak dan menjaga kesehatannya,” urai Emi.

Diketahui ada banyak komunitas membaca atau pemilik perpustakaan mandiri di Kabupaten Bantul. Menurut Emi, para pegiat literasi itu sangat bermakna dan berarti bagi pertumbuhan literasi di Kabupaten Bantul. Namun, semua tidak akan ada artinya ketika perpustakaan yang sudah dilengkapi dengan fasilitas lengkap tidak digunakan untuk mengakses bahan bacaan, maka dari itu peran ibu sangat penting dalam mendampingi para pegiat literasi tersebut.

“Saya dan teman-teman siap untuk melakukan seluruh kegiatan dalam rangka peningkatan literasi di Kabupaten Bantul,” pungkas Emi.

Pada kegiatan yang diikuti oleh sekitar 3000 peserta tersebut juga dilakukan penandatanganan nota kesepakatan antara Perpusnas dan Pemerintah Kabupaten Bantul dan penyerahan simbolis bantuan berupa Pojok Baca Digital (Pocadi) yang merupakan layanan ekstensi untuk peningkatan budaya baca dan literasi masyarakat oleh Kepala Perpusnas kepada Lurah Seloharjo.

Reporter: Basma Sartika

Fotografer: Radhitya Purnama  

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung