Pegiat Literasi Sebagai Penggerak Penyediaan Akses Buku Masyarakat Papua.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta -- Peningkatan Literasi masyarakat salah satunya dipengaruhi dimensi akses terhadap bahan informasi. Disparitas ketersediaan bahan bacaan merupakan kendala yang harus dihadapi negara kita yang sangat luas. Daerah dengan geografis yang luas dan terbatas dalam transportasi tentunya mengalami kesulitan dalam peningkatan literasi masyarakatnya. Papua yang luas tentunya memiliki tantangan yang besar terkait dengan penyediaan akses terhadap bahan bacaan.

Lalu, selain akses terhadap bahan bacaan, adakah kendala lain yang perlu disikapi dengan strategi khusus dalam peningkatan literasi di Papua? Hal inilah yang coba didiskusikan oleh praktisi pemangku kepentingan yang turun langsung dalam meningkatkan minat baca masyarakat.

Diskusi melalui Webinar bersama Duta Baca Indonesia dengan tema “Gerakan Literasi di Papua”  menghadirkan tiga narasumber. Selain Gol A Gong (Duta Baca Indonesia), webinar menghadirkan Dayu Rifanto (Pendiri Bukuntuk Papua) dan Hanny Felle (Ketua Rumah Baca Onomi Niphi). Diskusi dimoderasi oleh Ummu Fatimah Ria Lestari (Penyuluh Balai Bahasa Provinsi Papua) pada Senin (1/11).

Menanggapi pandangan atas disparitas akses bahan bacaan di Papua. Dayu sepakat atas pandangan tersebut. Ia menggambarkan di Sorong yang merupakan kota terbesar di Papua Barat, baru ada satu toko buku jaringan besar. “Itu pun baru berdiri pada tahun 2019,” ucapnya. “Saya rasa untuk masyarakat di Sorong yang jumlahnya kurang lebih 280.000 s.d 300.000 penduduk, jumlah tersebut sangat sedikit,” tambahnya.

Fakta menarik lainnya di kota Sorong yang bisa dipertimbangkan sebagai kota paling maju di Papua Barat, keberadaan Perpustakaan Umum dirasanya kurang signifikan. "Di Kota sebesar Sorong, kalau kita lihat di Perpustakaan Daerah itu baru ada di Kabupaten Sorong, yang kita bisa bilang representatif. Di Kota Sorong sendiri masih bisa dibilang kurang," ucapnya.

Dari berbagai situasi tersebut ia menjelaskan memang agak sulit mencari bahan bacaan yang beragam di Papua Barat. Dalam keterbatasan tersebut, banyak bantuan dari berbagai komunitas dalam menyediakan bahan bacaan di masyarakat Papua. “Kecuali ini dibantu waktu itu dengan banyak sekali bantuan terutama free Cargo Literasi yang sangat membantu dalam penyediaan bahan bacaan,” tambahnya.

Salah satu komunitas dalam penyediaan bahan bacaan adalah komunitas yang dibangun Dayu, yaitu Bukuntuk Papua. Komunitas ini berfokus menggalang donasi buku untuk dimanfaatkan di Papua.

Senada dengan Dayu, Hanny Felle yang kerap dipanggil Mama Hanny menceritakan kesulitannya dalam menyediakan bahan bacaan bagi anak-anak kelompok belajar yang dibinanya

Hanny mengakui bahwa buku sulit diakses di Papua. Apalagi buku anak-anak. Kalau pun ada kondisinya sudah tidak terlalu bagus. Berlatar kondisi tersebut, Hanny bersama dengan para relawan dari sejumlah LSM berkolaborasi membuat gerakan mengajari anak-anak mau membaca.

“Ada lima relawan. Meski dengan kondisi dan sarana prasarana terbatas, kami konsisten mengajarkan aksara kepada mereka. Kami bergerak dari lingkungan terdekat. Fokus kami pada anak-anak usia sekolah 1-3 sekolah dasar,” ujar Hanny.

Saat ini, dari jejaring kerja sama yang dibangun Hanny saat ini sudah terbentuk 21 rumah baca di 7 distrik di Papua.

Terkait dengan rendahnya ketersediaan buku bacaan. Gol A Gong menyampaikan pandangannya bahwa solusi atas masalah ini adalah mendorong perbaikan di sisi Hulu. “Berkah dari Otonomi Daerah belum dimaksimalkan peran sertanya oleh para Anggota Dewan di seluruh Indonesia, dan eksekutif,” ucapnya.

Ia memberikan contoh terkait Undang-undang Sistem Perbukuan Nomor 3 Tahun 2017 yang belum ada turunannya Peraturan Daerahnya. Undang-undang itu sebetulnya memudahkan kita masyarakat sebagai payung hukum bagi stake holder dalam penyediaan dan produksi buku bacaan yang dibutuhkan masyarakat.

Selain sisi Hulu dari eksekutif dan legislatif, Gol A Gong juga mendorong agar pegiat literasi dapat menulis bukunya sendiri, terutama buku bacaan untuk anak. “ Jadi Papua nanti tidak perlu lagi bergantung ke industri buku yang ada di Jawa,” kata Gol A Gong.

Sebelumnya, Adin Bondar, Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca mengatakan bahwa literasi adalah salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam peningkatan kemajuan bangsa. “Segala persoalan bangsa kita saat ini juga persoalan-persoalan rendahnya seluruh capaian indikator pembangunan itu itu dikarenakan bahwa sumber daya manusia Indonesia itu masih belum memiliki standar kualitas yang baik,” katanya.

Karenanya, Adin mengatakan bahwa literasi adalah kunci untuk meningkatkan standar kualitas tersebut. “Konstruksi pembangunan nasional kita yaitu salah satunya adalah penguatan budaya literasi dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” pungkasnya.

*Reportase: Radhitya Purnama

 

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN