Jakarta - Kondisi perpustakaan di Indonesia yang beragam mendorong Perpustakaan Nasional melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan dan menguatkan perpustakaan baik di provinsi, kabupaten/kota, desa, hingga komunitas. Upaya tersebut dilakukan di antaranya melalui skema Dana Alokasi Khusus, dana dekonsentrasi, bantuan buku, mobil perpustakaan keliling, motor perpustakaan keliling, hingga pengembangan perpustakaan digital melalui layanan e-resources, aplikasi iPusnas, hingga program Indonesia One Search (IOS).
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas Woro Titi Haryanti pada Pembukaan Seminar Nasional dan Rapat Kerja Forum Perpustakaan Umum Indonesia Tahun 2018. Kegiatan dengan tema “Pengembangan Perpustakaan Umum: Literasi untuk Kesejahteraan†tersebut berlangsung di Jakarta pada Senin-Rabu, 26 November-28 November 2018. Rapat kerja dihadiri perwakilan dari perpustakaan provinsi dan kabupaten/kota yang ada di Indonesia.
“Di Indonesia terdapat 154.358 perpustakaan yang terdiri dari 23.611 perpustakaan umum. Meski jumlahnya banyak, kualitas perpustakaan masih belum memenuhi standar nasional perpustakaan. Jumlah perpustakaan yang sudah terakreditasi di Indonesia untuk dinas perpustakaan tingkat provinsi baru 20 perpustakaan, jadi masih ada 14 yang belum terakreditasi. 74 dinas perpustakaan kabupaten/kota, berarti masih banyak lagi yang belum terakreditasi, sebanyak 425 yang belum terakreditasi,†jelas Woro Titi saat memberikan sambutan.
Selain skema bantuan, pada 2019, Perpusnas melakukan transformasi layanan berbasis inklusi sosial. Ada 300 perpustakaan desa di 60 kabupaten yang akan menerima pendampingan perpustakaan layanan berbasis inklusi sosial. Di sini, peran perpustakaan akan dioptimalkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. “Hal ini dilakukan agar perpustakaan dapat menjadi pusat aktivitas masyarakat untuk belajar secara kontekstual serta berbagi pengalaman dan keterampilan. Sehingga melalui perpustakaan, masyarakat menjadi cerdas dan sejahtera,†jelasnya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai perpustakaan harus menjadi pusat syaraf lokal untuk informasi. Perpustakaan selayaknya menjadi ruang ketiga tempat orang mendapatkan pengetahuan dan menyerap pengalaman. “Tempat pertama itu rumah, tempat kedua tempat kerja dan belajar,†jelasnya saat membuka acara.
Dan menurut Anies, kunci dari perpustakaan yang maju dan berkembang adalah pustakawan. di tengah derasnya tsunami informasi, pengelola perpustakaan harus bisa inspirasi bagi orang yang mencari informasi. “Pustakawan bukan sekedar penjaga buku, tapi justru harus menjadi produsen, inspirator, penghubung, penyedia sumber daya, bahkan sebagai pendamping, pembimbing, dan guru. Jadi ini membutuhkan suatu rangsangan penumbuhan karakter pustakawan yang berbeda dari yang selama ini kita pahami,†tuturnya.
Para pustakawan diharapkan bekerja dengan dinamis dan kreatif, karenanya pustakawan harus banyak berinteraksi agar menjadi sosok yang inspiratif. “Pustakawan harus dibenturkan dengan pustakawan terbaik dunia. Kalau membangun gedung, kita bisa membayar arsitek. Tapi kalau berbicara tentang aktivitas, itu membutuhkan orang yang kreatif, inovatif. Bagaimana mungkin seorang pustakawan akan menginpirasi jika dia hanya berada di ruang tertutup dan tidak berinteraksi dengan lainnya, kecuali dengan koleksi?,†urainya.
Anies Baswedan mendorong jajarannya untuk belajar dari perpustakaan terbaik di Asia Tenggara, hingga Asia. Setelah belajar, Anies meminta jajarannya agar mereka melampaui apa yang sudah dikerjakan perpustakaan negara lain.
Terkait hal ini, Woro Titi mengucapkan apresiasi kepada kepala dinas provinsi dan kabupaten/kota yang berinisiatif mengembangkan dan menguatkan perpustakaan baik dari sisi infrastuktur, anggaran, SDM, maupun diversifikasi layanan. Hal ini membuat masyarakat semakin dekat dengan informasi.
Reportase: Hanna Meinita
Â
Â
Â