Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Peningkatan budaya membaca demi maksimalisasi indeks literasi masyarakat harus dilakukan dengan berbagai cara dan oleh semua pihak. Saat ini, jumlah perpustakaan umum hanya 25,89% (ada 23.611 dari kebutuhan 91.191 perpustakaan). Juga, gedung dan fasilitas perpustakaan umum yang belum sesuai Standar Nasional Perpustakaan.
Belum lagi, disrupsi budaya digital yang membuat hoaks kian merebak dan ujaran kebencian bernuansa SARA juga kuat di negeri ini. Maka, membangun perpustakaan adalah ikhtiar yang bisa membentuk peradaban bangsa lebih baik.
Poin ini yang disampaikan Bupati Magetan Suprawoto dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan 2021 yang diselenggarakan secara virtual yang mengangkat tema "Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural" pada Senin (22/3/2021).
Dengan dasar di atas, menurutnya, mewujudkan Magetan sebagai Kabupaten Literasi adalah keniscayaan. Saat ini, indeks minat baca Kabupaten Magetan berada pada angka 74,76 (2019), yang diharapkan menjadi 80 dalam lima tahun ke depan. Hal ini akan terlaksana dengan peran seluruh jajaran pemerintah dan masyarakat Magetan yang saling menunjang dan bersinergi bersama.
“Tak lepas dari itu, peran serta Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Magetan sebagai lembaga strategis untuk peningkatan literasi masyarakat guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan akses informasi sesuai dengan konteks kebutuhannya masing-masing,†buka Suprawoto.
Beberapa kebijakan strategis telah diambilnya dalam hal pengembangan dan pengelolaan perpustakaan untuk pengembangan/pembudayaan literasi ini, dengan membangun gedung perpustakaan yang representatif, Gedung Literasi dan Pojok Baca, Gerakan Lansia Membaca, gerakan inklusi sosial berbasis komunitas, layanan pembinaan perpustakaan sekolah, desa, dan kelurahan berbasis TI, Layanan Perpustakaan Keliling, Junior Writerpreneur, serta layanan penerbitan.
Yang paling mencolok dari program literasi di Magetan ini adalah Magetan membuka berbagai spot wisata literasi, yang diklaimnya sebagai yang pertama di Indonesia. “Master plan pembangunan gedung literasi Kabupaten Magetan yang akan menjadi salah satu kawasan wisata dengan Taman Refugia dan Smart Farm di Kabupaten Magetan,†jelasnya.
Komitmen pemerintah untuk menjadikan Magetan sebagai Kabupaten Literasi diwujudkan dengan Rencana Pembangunan Gedung Literasi di Tahun 2021 dengan Dana Alokasi Khusus Sub Bidang Perpustakaan untuk Zona 1 dan didukung pula dengan APBD Kabupaten Magetan untuk Zona 2, yang diharapkan lebih mendekatkan perpustakaan ke seluruh lapisan masyarakat. Kawasan Literasi ini nanti akan menjadi salah satu kawasan wisata dengan Taman Refugia dan Smart Farm.
“Pemerintah Kabupaten Magetan juga akan membuat Kawasan Wisata Edukasi dari Perpustakaan Umum, Pendapa Surya Graha, Rumah Dinas Bupati hinga Sekretariat Kabupaten Magetan. Ini koleksi dari perpustakaan pribadi saya di rumah dinas Bupati dengan 5.000 judul koleksi dari berbagai subjek pengetahuan,†lanjutnya.
Ia menjelaskan bahwa Perpustakaan Umum Magetan dulunya sangat sederhana. Di lantai bawah adalah Kantor Kesbangpol. Kini, bukan perpustakaannya yang dipindahkan, tapi Kantor Kesbangpol yang dipindahkannya. Itu karena letaknya sangat strategis, dan bisa diakses masyarakat dari banyak penjuru, perpustakaan harus ada di sana.
“Kita tahu bahwa kepala daerah menempatkan perpustakaan di pos paling belakang. Di Magetan, saya tidak mau seperti itu. Magetan harus menjadi kabupaten literasi. Kebijakan kita adalah mengembangkan pengelolaan perpustakaan. Perpustakaan itu harus kita tempatkan di tempat yang semestinya. Perpustakaan harus ditempatkan di tempat yang cukup mudah dijangkau,†bebernya.
Suprawoto juga menyampaikan bahwa kabupaten yang dipimpinnya mempunyai konsep kebun literasi. Di lokasi ini, anak-anak tak hanya menikmati wisata alam, tapi mereka bisa sambil menulis, menyalin, yang bisa membawa nilai tambah.
“Bukan hanya wisata alam, tapi juga wisata literasi. Di dalam membuat kebijakan, kita undang stakeholder perpustakaan. Ini bukti nyata. Saat membeli buku saja, kita perlu tanyakan yang dibutuhkan masyarakat itu buku apa. Sehingga yang kita adakan adalah buku yang benar-benar dicari masyarakat,†sambungnya.
Mereka juga mengelar Malam Purnama Sastra, di depan perpustakaan daerah. Di sini, anak-anak bisa membaca puisi di taman perpustakaan pada malam minggu, saat tempat ini sedang ramai.
“Kita mempunya mal pelayanan publik satu-satunya di Indonesia. Ada juga pojok baca digital. Mari bangun mimpi anak-anak kita dengan mendorong mereka untuk banyak membaca buku. Orang boleh pintar setinggi langit, boleh kaya setinggi langit, tapi kalau tidak menulis dia akan hilang dari sejarah. Menulis adalah pekerjaan yang abadi,†pungkasnya.
*Laporan Tim Humas Perpustakaan Nasional RI
Â
Â