Kesadaran Literasi Masyarakat Harus Dibangun Sejak Dini

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Salemba, Jakarta - Kesadaran literasi masyarakat harus dibangun sejak dini agar sebuah bangsa mampu bersaing di kancah global.

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Deni Kurniadi, pada webinar 20 Tahun Kiprah Gerakan Pemasyarakatan Gerakan Minat Baca (GPMB) dengan tema “Menumbuhkembangkan Literasi pada Anak, agar Anak Terlindungi, Untuk Indonesia Tumbuh, Unggul dan Maju” yang diselenggarakan secara hybrid, Selasa (30/11/2021) menjelaskan masyarakat literasi merupakan pendukung efektif bagi berkembangnya budaya belajar.

Esensi lain dari perpustakaan yakni tidak sekadar berfungsi sebagai pusat pembelajaran, tetapi juga menjadi agen perubahan bagi masyarakat. Keberadaan perpustakaan dalam hal ini sangat diharapkan untuk dapat berperan sebagai mitra kolaborasi pengembangan modernisasi masyarakat.

Selain sumber bahan bacaan, perpustakaan hadir memfasilitasi masyarakat dengan berbagai kegiatan pelatihan dan keterampilan yang bertujuan untuk pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat. Dalam perspektif itulah, perpustakaan berperan sebagai institusi pelopor gerakan literasi untuk kesejahteraan.

“Pendidikan dan literasi adalah bagian dari pembangunan manusia yang dapat membuka jalan untuk memutus mata rantai kemiskinan di masyarakat. Sehingga, pemerintah terus meneguhkan komitmen untuk berinvestasi dalam pembangunan manusia dan menempatkan pendidikan dan sektor sosial-budaya, termasuk literasi pada posisi sentral,” jelas Deni.

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) GPMB, Tjahjo Suprajogo, menambahkan dalam pendidikan terdapat tiga pilar diantaranya keluarga, satuan Pendidikan, dan masyarakat. Keluarga merupakan sebuah miniatur dari negara karena ketika literasi dalam keluarga sudah tumbuh dengan kuat maka anggota keluarga yang ada sudah pasti literat di masyarakat.

Keluarga tidak lepas dari ekosistem dalam mendukung upaya tumbuhkembangnya tingkat literasi masyarakat. Akan tetapi keluarga tidak bisa berdiri sendiri karena kolaborasi dengan seluruh komponen tetap dibutuhkan dalam memberikan kontribusi yang sangat luar biasa untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan pembelajar.

“Keluarga adalah tempat pertama dalam mengenalkan pentingnya membaca. GPMB ingin  bisa membridging seluruh komponen dalam melibatkan mereka untuk merumuskan peta pembangunan minat baca. Literasi adalah pekerjaan besar, berapapun anggaran tidak akan cukup kalau tidak memanfaatkan sumber daya yang kita miliki,” ungkap Tjahjo.

Hadir juga pada kegiatan tersebut Bunda Baca Jawa Timur, Arumi Bachsin, yang sependapat dengan pernyataan bahwa literasi tidak bisa dikerjakan sendiri, melainkan dibutuhkan kolaborasi. Upaya yang sudah dilakukan dalam upaya menumbuhkembangkan literasi anak dan remaja di Jawa Timur, Arumi mengatakan taman posyandu sudah mulai dikembangkan secara holistik integratif dengan menghadirkan pojok baca.

Lebih lanjut, Arumi menyampaikan bahwa ada pilot project yang sedang digagas di dua kabupaten yaitu Lamongan dan Pasuruan berbentuk sekolah orang tua. Sekolah ini diperuntukan bagi ayah dan ibu yang sudah atau akan segera memiliki buah hati. Tujuan dari sekolah ini adalah mengajarkan kepada orang tua tentang menanamkan minat baca kepada anak.

“Sekolah ini berlangsung secara formal dalam 12 kali pertemuan dimana setiap sesinya untuk 2 jam. Para ayah diwajibkan datang minimal 4 kali kalau tidak nanti tidak bisa wisuda, memang cukup strict ya. Sampai sekarang sudah ada 2 angkatan, di Pasuruan kelulusan para ayah 100% dan di Lamongan 85%,” ucap Arumi.

Sementara itu Ketua Umum PP HIMPAUDI, Netti Herawati, memaparkan bahwa literasi bisa ditumbuhkembangkan sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Modalitas belajar anak adalah seluruh indera yang mereka miliki. Dan sejak lahir reseptor otak anak sudah siap menunggu diaktivasi oleh tiga guru (keluarga, guru, dan lingkungan) melalui berbagai aktivitas literasi.

“Banyak aktivitas literasi yang bisa dilakukan di rumah, salah satunya adalah membacakan dongeng atau read aloud. Kegiatan tersebut bisa dilakukan oleh semua orang tua untuk mendekatkan anak pada buku,” papar Netti.

Pada kesempatan yang sama Pengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tuna Ganda SLB Matahati dan Rumah Literasi Indonesia, Banyuwangi, Masfufah, menegaskan ABK juga membutuhkan perhatian dalam hal tumbuhkembang literasi. Sifat dari komunikasi dan literasi saling berhubungan karena komunikasi merupakan proses dalam memperoleh keterampilan.

“Literasi pada ABK harus ditumbuhkembangkan dengan cara yang menyenangkan. Mulai dari mempelajari konsep-konsep yang ada di sekitar, membacakan buku oleh pengasuh atau orang tua, hingga memberikan motivasi lebih seperti buku yang menarik,” kata Masfufah.

Menurut Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tangerang selatan, Herlina Mustikasari, literasi dapat membantu anak-anak agar terlindungi. Karena terdapat beberapa jenis kekerasan pada anak yang harus diantisipasi antara lain kekerasan fisik, emosional, seksual, pengabaian dan penelantaran, serta kekerasan ekonomi (eksploitasi). Dan mayoritas tempat kejadian terjadi di rumah tangga.

“Literasi perlindungan untuk anak harus dilakukan secara komunikatif, menimbulkan kegembiraan, membawa pesan yang baik, dan melatih anak dalam menyaring kebenaran serta mengambil manfaat dari informasi yang diterima. Adapun aspek literasi perlindungan anak yang perlu diperhatikan ada tiga yakni literasi digital dengan internet sehat, literasi sosial-budaya, dan literasi keluarga untuk pola asuh anak,” beber Herlina.

Reporter: Basma Sartika    

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung